Kiki's photo album

Selasa, 17 Juli 2012

I'm in PESONA magazine (FEMINA group) !


Cerita sial saya waktu patah tangan di Jepang masuk majalah PESONA edisi MEI 2012 NO.05 TAHUN X.

Let`s get lost series : At the city of lights ( Macau & Hong Kong ) Dari mana ? dari Hong Kong !


Itinerary Macau & Hong Kong

7 Juni

Tiba di Macau International Airport.



Menuju San Va Hotel.
Rua De Felicidade
Shuttle Bus to Lisboa Casino atau
MT1 to Praceta De Junho (Near Lisboa) HKD 4,2
26 to Rua Norte de Patane (16 stops), near Master Hotel. Penultimate Stops De Parsaguiros Do Porto Interior

8 Juni

Macau City Tour
Jalan sepanjang Senado Square, St. Paul Ruin, Lisboa Casino, Wynn, MGM, Statue of Kunlam, Sands


Sholat Jumat
Macau Islamic Mosque and Cemetery


Macau City Tour
Shuttle Bus dari Macau Maritimo Ferry Terminal ke Venetian Macau


Macau Giant Panda Pavilion
http://www.macaupanda.org.mo/e/pavilion/detail.aspx?id=e0b0e19a-c932-4cc0-9f05-00025149beaf

The Venetian Macao Resort Hotel
http://www.venetianmacao.com/






9 Juni

Menyeberang Ke Hongkong
Macau Maritimo Ferry Terminal (HKD 151)

Langsung Ke Hostel
Ashoka Hostel, Chungking Mansion Blk A Fl 13

Hongkong Heritage Museum
MTR Chue Kung Temple
Sha Tin Park (Snoopy”s world)
Cantonese Opera
Admission Fee HKD  10

Tsim sha tsui
Avenue of Stars, Symphony of Light
10 Juni

Keliling Hong Kong Island
Victoria Park, ketemu para pahlawan devisa
Naik Tram (HKD 2) ke Victoria Peak

Repulse Bay
Bus 6, 6A, 6X, 26, 26X

Stanley Market


Tsim sha tsui
Cari Bioskop nonton Madagascar ( ga jd nonton, tiket mahal bgt, 90 HKD )
11 Juni

Lantau Island
MTR Lantau Island
Ngong Ping 360, Giant Budha, Po Lin Monastery

Wetland Park
MTR Sambung Light Rail (gagal, dah kesorean soalnya)
12 Juni

Saya Pulang
Ferry ke Taipa Ferry Terminal ( Turbo Jet )


Let`s get lost series : At the city of lights ( Macau & Hong Kong )
Dari mana ? dari Hong Kong !

Saya dan travelmate saya Irfan, beli tiket promo Air Asia dari setahun  sebelumnya.  Karena saya tidak berani ambil cuti lebih lama, akhirnya saya pulang duluan sehari daripada Irfan. Setelah cari informasi dari buku traveling dan google sana sini, akhirnya kami  merampungkan itinerary kami seperti yang tertera pada table di atas.  Seperti biasa , saya sebutkan spot apa saja yang ingin didatangi, lalu Irfan yang cari rutenya, soalnya dia kaya peta berjalan, jadi aman nggak bakal nyasar.

Ok, it’s show time. Tanggal 7 Juni, flight kami dari SHIA – LCCT jam 06.30 pagi, saya dari rumah berangkat pukul 03.15. Tiba di LCCT, kami main sebentar ke KLIA, untuk makan siang, sambil nunggu flight jam 2 siang ke Macau dari LCCT. Flight dari LCCT – Macau, kurang lebih 4 jam perjalanan. Lumayan lama nih. Cuaca juga kurang bagus, sering turbulensi. Bulan Juni ini cuaca di Macau dan Hong Kong sedang musim taifun dan sering turun hujan, Syukurnya ngak panas-panas amat sih. Sampai Macau jam 6.30 malam. Ternyata masih cukup terang.  Sampai di bandara internasional Macau, ada free wifi. Untuk mengaktifkan free WIFI di MACAU , pakai user id dan password : CTMMIA.  Ada beberapa tempat umum yang ada free wifi-nya selama di Macau, seperti di bandara, sepanjang Largo de Senado, terminal ferry Macau dan lain-lain.   

Seperti yang sudah kami prediksi sebelumnya, bahwa kami akan mengalami kendala dengan bahasa selama di Macau. Ketika mencari terminal bis, kami bertanya pada petugas parkir di bandara, dan ternyata dia tidak bisa berbahasa Inggris, sehingga akhirnya kami bertemu dengan seorang karyawan hotel yang menjemput tamu di bandara, dia memakai pin logo bendera Inggris,  lalu menanyakan  di mana bisa naik shuttle bis ke arah penginapan kami. Eh kami malah disuruh ikut  free shuttle bis hotel dia yaitu hotel Galaxy, lalu nyambung naik bis lainnya dari hotel terdekat, yaitu hotel Star World. Dari Star World kami berjalan kaki menuju San Va hostel di Rua De Felicidade. Ketika masuk ke dalam hotel Galaxy, jeng jeng, ternyata langsung masuk ke dalam sebuah hall yang besar yang penuh dengan orang, yaitu ternyata kasino , di mana banyak terdapat berbagai mesin permainan judi seperti mesin Pachinko, Jack Pot , poker dan lain-lain.  Kasino di Hong Kong benar-benar open for public, beda dengan seperti kasino yang saya lihat di Genting, Malaysia, karena jadi satu dengan taman bermain, sehingga nggak open for public.  Rupanya tidak ada aturan khusus untuk masuk ke dalam kasino di Hong Kong, saya lihat banyak yang memakai sandal dan kaos serta celana pendek, kalau di tempat lain mungkin beda lagi aturannya.


MGM Hotel & casino


Wynn Hotel and casino

billboard Aaron Kwok di toko @ Macao
Macau terkenal akan keindahan bangunan-bangunan tua peninggalan Portugis, seperti yang terdapat di jalan sepanjang Largo de senado hingga St. Paul. Sepanjang jalan dari Star World hingga Largo de Senado banyak terdapat hotel+casino dan pertokoan-pertokoan yang penuh dengan cahaya lampu neon berwarna-warni. Yang saya cermati bahwa tatanan kota kota Hong Kong hampir mirip dengan Singapura. Disiplin masyarakatnya juga hampir sama, seperti ketika hendak menyebrang jalan harus menunggu tanda lampu hijau, naik turun tanga di MTR harus sesuai lajurnya, dan lain-lain.
St. Dominic's church @Largo De Senado

Largo de Senado
Ternyata kami kelewatan mencari penginapan San Va, sehingga harus mutar balik arah kembali. Letak penginapan tersebut berada dalam gang, tidak jauh dari jalan utama. Bentuk bangunannya seperti yang dideskripsikan oleh orang-orang yang pernah menginap di sana sebelumnya. Yaitu berupa bangunan cina tua. Katanya sih hostel ini pernah jadi tempat syuting film Isabella, soalnya banyak poster filmnya yang ditempel di dinding.  Si bapak tua penjaga hostel rupanya hanya bisa berbahasa mandarin, tidak bisa berbahasa Inggris. Ketika kami menunjukkan bukti booking dari e-mail, rupanya tidak ada catatannya dalam buku si bapak. Entahlah siapa petugas hostel yang berkorespondensi dengan Irfan di e-mail. Walhasil kami booking kamar on spot. Saya terpaksa nulis tanggal dengan huruf kanji, supaya bisa dipahami si bapak. Setelah dia paham maksud saya, akhirnya kami membayar sebesar 450 MOP untuk sewa kamar 2 malam sebesar 400 MOP, dan 50 MOP untuk deposit. Kamar yang diambil isinya 2 bed. Ada wastafel, kipas angin, dan rupanya dinding kayunya tidak sampai atap, jadi tidak boleh berisik. Toilet di luar dipakai bersama dengan penghuni hostel lainnya. Ada dispenser minuman, lumayan untuk refill. Saya perhatikan banyak juga orang asing yang menginap di sini, jadi pasti not bad-lah, walaupun ada teman yang bilang hostelnya kaya barak. Well beggar can’t be chooser.

Setelah check in kami pun mencari makan malam dan WIFI gratisan di sekitar Largo de senado. Mencari makanan halal di sini agak susah ya, walhasil nyaris kena "jebakan betmen" beberapa kali. 

the famous egg tart
Keesokan harinya kami mengunjungi  Ruins of St. Paul yang yang merupakan icon dari kota Macau. Sisa-sisa dari tembok depan berbatu dan tangga besar yang tersisa dari Gereja St. Paul sisa kebakaran yang melanda universitas dan gereja tersebut, meninggalkan hanya tembok depan dengan empat baris tiang, lengkap dengan ukiran dan patung. Karena cuacanya mendung, kurang bagus untuk ambil foto, sehingga sarapan dulu dengan harapan awan mendung menghilang. Tempat sarapan favorit kami adalah Seven Eleven, Mcdonald dan KFC. Karena susah cari makanan halal, murah dan yang sudah buka pagi-pagi. Tak lupa kami menunggu bukanya toko Egg tart Macau yang terkenal , 10 MOP untuk 2 buah egg tart. Saatnya mengelilingi icon-icon Macau yang terkenal lainnya dengan bis umum. 

St. Paul Ruin
@ St. Paul Ruin


Cuaca yang kian memanas makin membakar kulit muka dan keringat makin bercucuran, namanya juga di pulau. Setelah mengelilingi Jalan sepanjang Senado Square, St. Paul Ruin, Lisboa Casino, Wynn, MGM, Statue of Kunlam, Sands, keluar masuk kasino hanya untuk numpang ngadem dan ke toilet, kami pun segera bergegas menuju satu-satunya masjid yang ada di Macau, karena Irfan mau sholat jum’at. Untuk menghemat waktu, akhirnya naik taksi, karena lokasinya agak jauh dari halte bis terdekat, argo taksinya hampir sama dengan di Jakarta. Sampai masjid yang ternyata kecil dan agak kuno dan jadi satu dengan pemakaman Islam ini, ternyata jamaahnya sedikit sekali, sehingga tidak mungkin diadakan sholat jum’at, yang penting niat ya Pen :).
Macau Giant Panda Pavilion




KUNLAM STATUE, MACAU


Selesai makan siang, saatnya bertemu dengan mahluk-mahluk lucu nan imut tapi galak yaitu Panda, di Macau Giant Panda Pavilion. Untuk menonton show panda ini tiketnya sebesar 10 MOP. Show-nya ada tiap jam. Jadi bentuk show-nya itu adalah mengamati 2 ekor panda jantan dan betina yang berada dalam kandang besar dan luas yang terpisah. Kita diberi waktu selama 1 jam untuk mengamati tingkah laku mereka yang benar-benar menggemaskan. Kalau mau lihat panda di Hong Kong juga bisa yaitu di Ocean Park Lantau island, cuma harga tiketnya jauh lebih mahal dari Panda di Macau.
Gondola @ The Venetian hotel
Tujuan selanjutnya adalah salah satu hotel dan casino terbesar di Macau, yaitu The Venetian. Manajemen hotel Venetian sangat pintar dalam menarik wisatawan datang ke sana, contohnya dengan dibuatnya jalur rute gondola yang dibuat semirip aslinya dengan di kota Venesia sana. Bahkan pengayuh gondolanya berinteraksi dengan penumpang gondolanya, dengan cara bernyanyi ala penyanyi sopran Itali, sambil bertepuk tangan dan mengajak para penumpang ikutan bernyanyi dan bertepuk tangan. Benar-benar entertain sekali. Langit-langit hotel yang di cat biru sepeti warna awan dan pencahayaan yang pas juga membuat kita seperti berada di luar ruangan pada senja hari, padahal di dalam ruangan. Saat itu ada show seorang wanita kaukasian berbadan kecil, yang ceritanya hendak merampok brankas kecil, dan tiba-tiba saja dia berhasil menekuk seluruh tubuhnya untuk masuk ke dalam brankas kecil tersebut, wah badannya elastis sekali,  benar-benar pertunjukan kelas dunia.
Langit-langit di restoran dalam The Venetian yang tampak seperti berada di luar ruangan

Menjelang senja kami kembali ke St. Paul, sambil mencari makan malam. Saat itu ada sekelompok pria yang membawa alat music tradisional yang melakukan pertunjukan ala pengamen jalanan. Ternyata para pemuda tersebut merupakan band yang mengusung music tradisional Mongolia yang berasal dari Mongol, nama band-nya adalah Nair. Beruntung sekali dapat hiburan pertunjukan music yang keren dan gratis. Selain musiknya enak didengar, para pemannya juga ganteng-ganteng. Tentu saja banyak para kaum hawa  yang curi-curi ikutan foto bersama, saya juga tidak ketinggalan, sayang mereka tidak bisa English :p . Mereka menjual CD music mereka yang dijual seharga 30 MOP. Wajib dibeli untuk souvenir dari Macau nih, tak lupa saya minta TTD dan foto bersama, siapa tahu dikemudian hari mereka jadi selebritis dunia.
Nair, Mongolian Traditional band
Keesokan paginya setelah sarapan dan menghabiskan uang MOP, karena MOP tidak berlaku di Hong Kong. kami menuju terminal penyebrangan feri. Untuk informasi saja, WNI bisa ke Macau dan Hong Kong tanpa visa, tapi kalau mau ke Shenzen harus pakai Visa on arrival sebesar RMB 160.  Tiket feri Turbo Jet sebesar 115 HKD. Perjalanan dari Macau – Hong Kong memakan waktu kurang lebih satu jam. Kapal ferinya lumayan besar, seperti kapal cepat Kartini dari Semarang ke Karimun Jawa. Penumpangnya cukup penuh. Ombak cukup besar, namun tak terasa ketika feri berjalan. Sampai Hong Kong kita melewati imigrasi karena Macau dan Hong Kong itu beda negara administrasi, masing-masing mengeluarkan visa sendiri-sendiri. Macau – Hong Kong ini macam Batam – Singapura saja rasanya.
Icon Hong Kong yang terkenal dengan bangunan – bangunan tinggi yang menjulang di pinggir laut, tampak jelas ketika feri mulai bersandar di terminal feri Hong Kong.  Setiba di terminal kami segera menuju penginapan Ashoka guest house di Chungking mansion. Chungking mansion merupakan gedung tua yang terkenal , karena gedung itu merupakan salah satu tempat transit wisatawan kelas menengah di penginapannya yang tergolong murah, hingga imiran gelap yang mengais rezeki di sana. Setelah check in dan mentipkan tas , kami segera menuju stasiun MTR dan membeli kartu Octopus untuk beli tiket MTR, naik bis dan bisa digunakan di merchant lainnya yang ada kerjasamanya. Beli kartu sebesar 50 HKD dan deposit 50 HKD, jadi total 100 HKD.  Untuk informasi, pengguna XL bisa mendapatkan layanan BB gratis selama 3 hari pertama. Hujan deras menyambut kedatangan kami ketika keluar stasiun MTR.  Stasiun MTR di Hong Kong sama saja dengan MRT di Singapura. Tujuan wisata pertama di Hong Kong adalah Hong Kong Heritage Museum, karena saya ingin menonton opera Cina, dan tiket  nonton termurah ada di sana, yaitu sebesar 10 HKD. Dalam perjalanan menuju ke sana, saat di MMTR, tak sengaja saya nyaris menduduki jilbab panjang seorang mbak-mbak, yang ternyata berasal dari Indonesia, mbak-mbak ngapak-ngapak ini katanya sudah lama bekerja di Hong Kong dan sudah lama tidak pulang ke Indonesia. Lalu diapun bertanya kami hendak ke mana. Ternyata tujuannya searah, jadi dia menyuruh kami untuk ngikutin dia dan temannya. Dia ngasih info tempat makan yang lumayan murah yaitu di sekitar masjid dekat Chungking Mansion. Kami pun turun duluan. Sebelum ke museum kami mampir ke Snoopy world di Sha Tin, taman bermainnya cukup besar, namun saat itu sedang tutup.
Snoopy's World
Hongkong Heritage Museum ternyata merupakan musium yang cukup besar dan dikelola dengan sangat baik. Tiket masuknya sebesar 10 HKD atau sebesar Rp 12,000.-. Tujuan saya mengunjungi museum ini adalah karena ingin menonton opera Cina, dan setelah di googling, ternyata tiket menonton yang paling murah adalah di sini. Karena jadwal pertunjukan opera masih 3 jam lagi, akhirnya kami berkeliling melihat koleksi-koleksi musium. Kecanggihan teknologi sudah menjadi bagian dari musium ini, semuanya serba digital. Alat peraga yang digunakan sudah menggunakan touch screen yang canggih, sehingga tampilannya menjadi lebih menarik dan interaktif, bukan seperti layaknya musium heritage yang hanya diisi oleh benda-benda kuno bersejarah yang berdebu dan kurang perawatan. Sepertinya mengunjungi musium sudah menjadi budaya dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Hong Kong, seperti layaknya berman kartu dan bermain judi. Karena adanya pass untuk menjadi member musium selama setahun dan sebagainya. Mereka sangat menghargai warisan budaya, sains dan teknologi dari pendahulunya, dan dijaga supaya dapat dinikmati oleh pewarisnya kelak. Saat itu juga sedang ada pameran koleksi lukisan Picasso yang diboyong dari Perancis. Sayang harus membayar agak mahal, sehingga kami urungkan niat. Setelah puas berkeliling musium kami menunggu sampai opera dimulai. Ruangan menonton opera rupanya sudah penuh dari beberapa jam sebelum pertunjukan. Saat itu kami menonton bareng dengan rombongan para lansia. Untung saja masih ada tempat duduk yang tersisa. Akhirnya opera dimulai dengan alunan music tradisional Cina seperti kecapi cina dan lain-lain. When in rome do as the romans do, dengarkan musik tradisional mereka, menonton pertunjukan tradisional mereka, maka kita bisa mengerti dan menghargai budaya mereka. Belajarlah sampai ke negeri Cina, sehingga bisa mengerti budaya masyarakat Cina. Walau kami sama sekali tidak mengerti apa isi, jalan cerita dan bahasa opera Cantonese tersebut, setidaknya kami tidak jatuh tertidur karena saking lamanya menonton, 3 jam bok ! Saya mengagumi dandanan dan keindahan semua kostum opera yang digunakan. Kami juga malah menebak-nebak apakah pemeran utama opera tersebut pria atau wanta, karena aktingnya yang luwes sekali. Buat saya opera itu merupakan pertunjukan yang menarik. Kenapa tadi saya bilang bermain kartu sudah jadi budaya dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, karena ketika  kami duduk di kantin ada 3 orang pemuda yang asyik bermain kartu, dan ketika kami selesai menonton opera 3 jam kemudian, para pemuda itu masih saja main kartu di mejanya.
Ketika hendak mencari makan siang yang murah di sekitar masjid dekat Chungking Mansion, ternyata kami bertemu kembali dengan mbak-mbak pejuang devisa yang sebelumnya bertemu dengan kami di MTR. Walhasil akhirnya kami pun ditraktir makan nasi ala Indonesia di tempat mbak-mbak para pekerja Indonesia berjualan dan ngeriung di samping masjid. Kata mereka, kita kan sama-sama orang Indonesia di perantauan, jadi jangan sungkan kalau ditraktir, aish, jadi speechless. Terima kasih ya mbak, semoga rezekinya tambah bagus.
Saatnya menonton pertunjukan laser. Rupanya sudah banyak orang yang berebut spot terbaik di sepanjang pagar pembatas, untuk menyaksikan pertunjukan gratisan Symphony of Light,  yaitu kolaborasi antara lampu-lampu, sinar laser dan musik di sepanjang gedung-gedung yang diklaim sebagai pertunjukan the 'World's Largest Permanent Light and Sound Show' oleh Guinness World Records , di sepanjang kedua sisi Victoria harbor di Tsim Sha Tsui. Namun menurut saya pribadi pertunjukan tersebut kurang didukung oleh sound yang memadai sehingga terasa kurang spektakuler.
Bubar nonton, kami pun menyusuri jalan sepanjang Avenue of Stars, mencari nama-nama selebriti dan cap tangannya yang kami kenal. Semakin ke ujung semakin terkenal selebritinya, seperti Jackie Chan, Bruce Lee , Aaron Kwok dan lain-lain. Suasananya mirip dengan Clarke Quay di Singapura.


Keesokan harinya kami naik MTR menuju Causeway bay, lalu ke Victoria Park. Yang merupakan taman publik yang dijadikan base camp sebagai tempat berkumpulnya para tenaga kerja wanita di Hong Kong di kala week end. Banyak cerita miring yang kita dengar mengenai kehidupan bebas para pahlawan devisa tersebut, dan ternyata itu benar adanya. Apa yang kami lihat dan kami saksikan benar-benar membuat miris. Banyak pasangan lesbi yang terus terang mempertontonkan kemesraan mereka di depan umum. Padahal mungkin mereka telah bersuami dan punya anak di Indonesia. Kerasnya kehidupan telah menggoyahkan iman mereka. Tapi tidak semuanya begitu. TKW yang kami jumpai sebelumnya di MTR dan akhirnya menraktir kami makan siang, termasuk ke dalam golongan komunitas aktivis masjid.  Kehidupan mereka ternyata dibuatkan menjadi film oleh sineas muda Indonesia, yaitu Lola Amaria, dengan judul film “Minggu pagi di Victoria Park”, yang menceritakan tentang kehidupan para tenaga kerja wanita di Hong Kong dengan seluk beluk kisahnya.
Victoria Park
Kami sempatkan makan siang dengan menu makanan khas Indonesia dan mampir di supermarket yang khusus menjual produk-produk Indonesia. Di sana juga dijual Koran Aura yang cover depannya gosip tentang Audi dan Iko Uwais, wah TKW juga tetap update dengan berita selebritis Indonesia ya. Saatnya window shopping, kami pun melipir ke toko IKEA , toko furniture Swedia yang berada tepat depan supermarket tersebut.
Tujuan berikutnya adalah Victoria peak. Dari Victoria park naik trem ke Victoria peak. http://www.thepeak.com.hk/en/ . Kita naik trem  yang memanjat bukit setinggi 373 m, dengan ketinggian yang miringnya hampir 70 derajat, curam sekali, sehingga gedung-gedung yang di luar trem, kelihatan miring semua, namun pemandangan ke luar sangat spektakuler. Ketika sampai puncak bisa melihat seisi kota. Namun sayangnya saat itu kabut terlalu tebal, sehingga sama sekal tidak bisa lihat apa-apa ke bawah.
Victoria Peak


Dari gunung turun ke laut, saatnya kita bermain pasir pantai di Repulse bay. Repulse bay merupakan pantai untuk melihat sunset, yang berpasir kuning dan halus, merupakan pantai favorit warga Hong Kong. Ombaknya yang tenang dan air laut yang biru , sungguh mengundang orang-orang untuk berenang atau sekedar berjemur di sana. Banyak terdapat penginapan dan tempat tinggal mewah di daerah sini, sehingga termasuk daerah eklusif tempat tinggal para borjuis, terutama ekspatriat.
http://www.discoverhongkong.com/eng/attractions/hk-repulse-bay.html
Repulse Bay beach



It’s shopping time, saatnya berbelanja. Dari pantai naik bis double decker ke Stanley Market. Ini benar-benar kawasan elit, karena sepanjang jalan terdapat perumahan mewah dan mobil-mobil sport seperti mini cooper dan lain-lain. Dari mall sampai pasar Stanley Market, sepanjang jalan kebanyakan ekspatriat asing, dengan anjing piaraannya yang sering keluar masuk salon hewan. Saya tergoda untuk memotret semua anjing-anjing yang kelihatan lucu-lucu itu. Sepanjang pantai terdapat restoran untuk kongkow-kongkow, benar-benar nikmat sekali jalan-jalan sore di sini. Saya membeli beberapa post card di pasar yang juga menjual berbagai souvenir khas Hong Kong, cuma ternyata harganya lebih mahal daripada di Ladies market, karena harganya memang untuk turis bule.
Menjelang senja kembali pulang ke Tsim Sha Tsui. Rencananya mau menonton film di bioskop sambil istirahat setelah capek berkeliling seharian. Agenda nonton di bioskop itu wajib di itinerary saya, karena kebiasaan di setiap negara berbeda-beda. Contohnya di Thailand, sebelum film diputar, semua penonton harus berdiri ketika diperdengarkan lagu kebangsaan Thailand, dan diputar kaleidoskop foto-foto raja Bhumibol di layar bioskop. Namun sayangnya, ternyata tiket bioskop di Hong Kong mahal sekali, 90 HKD aja gitu, batal deh acara nonton. Akhirnya putar-putar keliling mall setinggi 14 lantai ini saja.
Esok harinya , kami menuju Lantau island. Di Lantau island terdapat Ngong Ping 360, Giant Budha, Po Lin Monastery. Ngong Ping 360 meliputi perjalanan dengan cable car , kurang lebih selama 25 menit, hingga kampung Ngong Ping. Ternyata senin kemarin antrian naik cable car benar-benar panjang, hampir 2 jam kami berdiri. Mungkin lain kali kalau mau ke sana sudah menyiapkan bekal, minimal minum, supaya tidak kehausan.




Giant Buddha
Belum ke Hong Kong kalau belum ke Giant Buddha yang tampak luar biasa sekali di dataran tinggi Ngong Ping, di tengah pemandangan gunung spektakuler Lantau Island.
Pengunjung harus naik anak tangga sekitar 200 langkah untuk mencapai platform di mana Sang Buddha duduk. Benar-benar capek rasanya, cuma rasa capek itu terbayar ketika sampai di atas, karena pemandangannya ke sekeliling kawasan dataran tinggi Ngong Ping  spektakuler sekali.
Di sana juga terdapat biara Po Lin yang banyak dikunjungi oleh wisatawan terutama umat Buddha.
biara Po Lin
Tidak terlalu jauh adalah desa budaya bertema Ping Ngong, dengan bangunan ala rumah-rumah Cina yang tampak menarik. Kita bisa makan siang di sana dulu baru jalan – jalan mengelilingi dataran tinggi.
Menjelang sore kami mampir di Disneyland, hanya untuk berfoto depan papan namanya saja :p. Tapi MTR yang ke Disneyland temanya serba Disney, keren euy.
Tadinya kami mau ke Wetland Park, salah satu taman yang wajib dikunjungi di Hong Kong, namun karena sudah kesorean, akhirnya  kami putuskan untuk kembali ke Tsim Sha Tsui.  Menghabiskan malam terakhir saya di Hong Kong dengan makan fine dining di Pho 24 sebrang Chunking Mansion (makan enak di malam terakhir J), lalu kembali ke penginapan dan beres-beres karena besok pagi-pagi sekali saya harus pulang kembali ke Jakarta via KL.

Dan dimulailah drama pesawat delay yang tidak terlupakan. Malamnya saya dibekali secarik kertas tulisan tangan si Irfan , yaitu rute MTR menuju terminal feri, dan tempat refund kartu Octopus. Saya sengaja skip sarapan pagi, jadi dari penginapan jam 06.30 karena pesawat dari Macau – KL jam 10.45. Dan karena saya orangnya mudah nyasar kalau pergi sendirian, jadi lebih baik berangkat lebih cepat saja. Sampai terminal feri , nyaris saja telat, 2 menit sebelum feri jalan, saya baru naik. Sampai Macau jam 9.15. Naik bis ke bandara, ternyata salah turun pintu bandara, malah turun di dekat terminal feri, hingga harus berjalan kaki sejauh 20 menit.  Tuhkan waktunya mepet bener. Sampai bandara setelah lewat imigrasi saya sempatkan belanja oleh-oleh khas Macau. Saatnya boarding, namun ternyata ada pemberitahuan bahwa pesawat delay satu jam. Okay, kami menunggu dengan sabar. Namun ternyata setelah sejam berlalu, ada pemberitahuan lagi bahwa spare part pesawat ada yang rusak, dan kami harus menunggu pesawatnya datang jam 09.00 malam. What the hek, bagaikan kena sambar petir di siang bolong. Mana petugasnya ngomong bahasa mandarin, saya menunggu dia alih bahasa ke English. Namun syukurnya saya tidak sendiri. Ada 3 orang calon penumpang lain yang berbicara bahasa Indonesia, asyik ada temennya, lagsung aja saya deketin. Akhirnya kami berhasil minta penjelasan dari petugas yang berwenang. Katanya 80 penumpang yang beli tiket duluan akan diprioritaskan terbang terlebih dahulu, lalu sisanya akan diberangkatkan dengan pesawat lain keesokan paginya. Sialnya saya nomor urut ke 91, crap ! Sambil harap-harap cemas kami tetap menunggu perkembangan lebih lanjut. Sialnya lagi karena kami sudah melewati imigrasi, kami tidak bisa keluar bandara karena pasti bermasalah. Bayangkan saja harus menunggu penerbangan 10 jam lagi di bandara saja, apalagi kalau ternyata saya harus terbang keesokan harinya, rasanya sudah seperti Tom Hanks di film The Terminal saja. Terperangkap di dalam bandara dan tidak bisa keluar karena izinnya bermasalah. Mana penerbangan dari KL – Jakarta jam 06.00 sore, sudah pasti tiket saya hangus. Namun setelah konsultasi, katanya pihak airlines bertanggung jawab, karena ini bukan kesalahan saya, mereka akan ganti tiket saya dengan penerbangan yang tercepat setelah saya sampai di KL. Setelah luntang lantung di dalam bandara selama 8 jam,  hingga hapal setiap sudut bandara Macau yang kecil tersebut, ternyata ada pemberitahuan bahwa semua penumpang akan diberangkatkan dalam 1 pesawat pada jam 9 malam, Alhamdulillah. Sampai di KL sudah jam 12.30 malam. Teman-teman orang Indonesia yang senasib dengan saya juga ketinggalan flightnya yang saat kami tiba di LCCT, pesawatnya baru saja mau take off. Akhirnya kami menginap semalam lagi di LCCT hingga loket Air Asia buka pada jam 03.00 pagi. Syukurnya petugasnya mau mengganti tiket kami yang hangus, bahkan tempat duduk saya di up grade menjadi Hot seat. Seru sekali pengalaman traveling kali ini, 1 kali delay dan 1 kali ketinggalan pesawat. Sampai jumpa di petualangan selanjutnya . #sokiye

- Victoria peak buka dari jam 7 AM- 12 PM  , ADMISSION FEE : 40 HKD
- Ngong Ping 360 cable round trip : 125 HKD
- Hong Kong Heritage Museum admission ticket : HK$ 10
- MTR to Sheung Wan (tukar Octopus) – cari Turbo jet feri (151 HKD) – Naik bus AP1 ke bandara.
- Macao Giant Panda Pavilion admission fee : MOP 10
- ASHOKA HOSTEL  :  699 HKD (115 HKD/night)
- makanan recommended di Sevel :  mie Wontoon (halal) sekitar 32 HKD
- Ladies market sangat recommended untuk membeli barang – barang yang cukup murah dan untuk beli oleh - oleh
- Dana yang saya habiskan selama 6 hari di macau dan Hong Kong kurang lebih sekitar 2 – 2,5 juta rupiah

Laskar Pelancong in Koran Jakarta


Me and my traveling community, "Laskar Pelancong" in Koran Jakarta edition May, 30th, 2012.