Setelah
nyasar sekitar 30 menit mencari stasiun
subway dari Asakusa ke stasiun Shinagawa, akhirnya saya sampai juga di stasiun
Shinagawa lebih sejam lebih awal. Kemarin saya sudah reserved tempat duduk di
dalam kereta shinkansen, dengan jadwal sebagai berikut :
- Shinagawa --> Kyoto
3 Jan, jam 8 : 10 AM - 10 : 48 AM
kereta : HIKARI 463
Ketika masuk stasiun, tunjukkan pass
JR kepada petugas, lalu lihat dan tanya lokasi kereta di jalur yang mana supaya
tidak salah naik kereta. Menunggu shinkansen di stasiun benar-benar terasa
dingin sekali bangkunya. Saya coba menghangatkan diri dengan membeli minuman
hangat di vending machine. Vending
machine yang menjual minuman kaleng/botol di Jepang, tersedia dua pilihan,
minuman hangat dan dingin. Rata-rata harga minumannya mulai dari 120 yen.
Shinkansen Hikari 463 tiba tepat pukul
8 : 10 AM. Perjalanan ke Kyoto
memakan waktu 3 jam, bisa tidur dulu nih. Di dalam shinkansen ada pramugari
yang menjual makanan hangat dan Mcdonald. Ada juga vending machine yang menjual
minuman. Kesampaian juga naik shinkansen ya.
Tepat pukul 10 : 48 AM, Shinkansen
tiba di Kyoto. Stasiun Kyoto ini besar sekali, terdapat berbagai macam toko dan
restoran. Saya segera mencari bagian informasi untuk turis, minta peta dan
menanyakan petunjuk arah menuju J-Hoppers Kyoto Guest House. Petugas yang
melayani di bagian informasi turis rata-rata adalah volunteer, para orang
lanjut usia, kebanyakan nenek-nenek, ada juga orang bulenya. Jadilah saya
dilayani dalam bahasa Jepang dan Inggris. Setelah mendapat petunjuk yang jelas,
saya berjalan kaki menuju hostel, ternyata letaknya tidak jauh dari stasiun,
hanya berjalan melewati 4 blok. Sampai di hostel, tepat pukul 11 siang, saat
istirahat, jadi tidak ada petugas yang melayani. Sembari menunggu waktu
istirahat selesai, saya numpang on line di komputer yang tersedia. Tak lama
kemudian, travel mate saya Nasrul, datang dari Osaka. Setelah check in dan
nitip tas, kami segera berangkat menuju halte bis. Kami akan keliling kota
Kyoto dengan membeli Kyoto bis pass untuk sehari seharga 500 yen, yang dijual
di Lawson dan di banyak tempat lainnya. Kalau tidak beli pass, maka sekali naik
bis harus bayar 300 yen. Jadi ketika pertama kali naik bis, nanti kartu pass-nya
akan dicap tanggal pada hari itu oleh supir bis. Jadi ketika mau naik bis lain,
tinggal menunjukkan tiket bis yang sudah dicap tadi.
Tujuan kami yang pertama adalah menuju
kuil Sanjusangendo. Kuil Sanjusangendo (Rengeo-in) awalnya dibangun oleh Taira
no Kiyamori untuk pensiunan kaisar Go-Shirakawa di tahun 1164 dan didedikasikan
untuk Kannon Bodhisattva. Candi ini memiliki aula besar yang berisi 1.001
figure Kannon diukir pada abad 12 dan 13.
Yang utama dari Sanjusangendo Temple adalah 1001
patung para Buddha Bodhisattva Juichimen-Senju-sengen Kanzeon (sebelas kepala,
seribu bersenjata, ribu bermata Kannon), biasanya hanya disebut Kannon. Seribu
patung berdiri dari Kannon sebesar manusia, dan satu patung raksasa duduk ditempatkan
di tengah disimpan di ruang candi. Di antara patung-patung berdiri, 124 dipahat
pada abad 12 ketika candi ini didirikan, dan 876 sisanya dibuat pada abad 13
ketika candi itu direnovasi. Sayangnya
di dalam kuil ini tidak diperbolehkan mengambil foto.
Sanjusangendo temple |
Sanjusangendo temple |
Sanjusangendo temple |
Gion street |
Tujuan berikutnya adalah hendak
mencari makan siang di Gion street. Sayangnya kami datang ke Kyoto di momen
yang kurang tepat, dikarenakan susah sekali mencari tempat makan yang buka
karena rata-rata warung makan tutup karena libur tahun baru. Akhirnya setelah pusing-pusing mencari tempat makan yang
buka ke sana kemari, ketemu juga restoran yang buka. Tak terasa entah berapa
lama menghabiskan waktu mencari tempat makan, sambil menikmati keindahan dan
keasrian Gion street, daerah yang terkenal akan Geisha-nya, yaitu wanita
penghibur khas Jepang, dengan keahlian kesenian tradisional yang dimilikinya, untuk
menghibur para tamu. Gion adalah kampung khas Jepang tempo dulu, yang
dipertahanan keasliannya, dari bentuk rumah tradisionalnya yang terbuat dari
kayu, jalan-jalannya yang terbuat dari paving blok, hingga karena banyak orang
yang pergi berdoa ke kuil memakai kimono, semakin menambah atmosfir kesan
tradisional yang begitu kental di daerah ini. Seperti di film-film Oshin tempo
dulu saja. Benar-benar surga untuk pecinta fotografi. Begitu banyak spot ,
objek foto, momen, yang begitu sayang untuk dilewatkan begitu saja.
Gion street |
Kota Kyoto yang tenang, ritmenya
pelan, jauh dari hingar bingar hiruk pikuk kota besar seperti Tokyo atau Osaka,
benar-benar membuat kita merasa seperti di kampung sendiri. Sejauh mata
memandang, di mana-mana yang banyak terlihat adalah para orang tua lanjut usia,
dengan kereta dorongnya, untuk menopang tubuh renta mereka yang sudah mulai
membungkuk mengikuti gravitasi bumi, supaya bisa tegak berjalan, tidak kalah
dengan yang muda. Iya benar, Kyoto adalah kota yang sesuai untuk para
pensiunan, para lanjut usia yang mencari kedamaian dan ketenangan hidup. Namun
yang saya salut dengan para manula ini adalah kemandirian mereka. Ketika teman
saya Nasrul hendak menolong seorang nenek-nenek tua renta naik ke atas bis,
nenek itu teriak, “ Dekiru…dekiru ”, saya bisa naik sendiri, tidak perlu
dibantu !
Kyoto Tower |
Sayangnya ketika kami hendak ke Kyomizu
Dera Temple, sudah kemalaman. Sampai sana kuilnya sudah tutup. Dengan kecewa dan
berat hati akhirnya kami pulang ke hostel, beristirahat sebentar, lalu ingin
menelusuri keindahan kota Tokyo di malam hari (baca : nge-mall ) sambil mencari
makan malam. Saya juga mulai merasa beku kedinginan sejak sampai di Kyoto, karena
jauh lebih dingin daripada di Tokyo. Pusat perbelanjaan di Kyoto sentralnya di
sekitar stasiun Kyoto. Begitu banyak pertokoan yang menjual berbagai macam
barang yang menarik, seperti Uniqlo, toko yang menjual pakaian dan perlengkapan
musim dingin. Toko-toko koper vintage yang modelnya keren-keren, namun harganya
mahal sekali. Restoran Jepang dengan
display yang sangat menarik, sayangnya harganya tidak damai di kantong. Setelah
selesai makan, kami hendak menuju Kyoto Tower di mana terlihat begitu indah
sinar lampunya dari kejauhan. Letak towernya di bagian belakan stasiun Kyoto. Di
atas menara Kyoto kita bisa melihat sekeliling kota Kyoto, dari istana Kaisar,
kuil-kuil yang terkenal di Kyoto, dan land mark terkenal lainnya, menggunakan
teropong. Tiket masuk ke menara Kyoto sebesar 600 yen. Kami adalah tamu
terakhir di menara Kyoto, baru pulang ketika ruangan hendak dikunci. Kami
terkejut ketika tiba-tiba bapak petugasnya mengucapkan “ Terima kasih”, sambil
terseyum dan melambaikan tangan. Wah tau aja kita orang Indonesia ya ? Saya
begitu merindukan kasur dan kamar hangat
setelah kaki rasanya mau copot karena berjalan tiada henti sejak menginjakkan
kaki di Jepang. Kamar hostel di J-Hopper lumayan nyaman, cuma sedikit menguras tenaga,
karena letak kamarnya di lantai 4 (gempor bo).
Kinkakuji |
Keesokan harinya kami berangkat
pagi-pagi sekali dari hostel, karena saya keukeuh (ngotot) hendak mengunjungi
Kinkakuji, kuil yang atapnya terbuat terbuat dari daun emas, terlebih dahulu yang sangat tersohor akan
keindahannya. Kuil Kinkakuji letaknya agak jauh dari tempat penginapan,
sehingga karena berangkat kepagian, sampai sana loket tiket baru dibuka jam 9
pagi. Sambil menunggu, saya beli es krim Haagendaaz maccha hijau di vending
machine, 130 yen. Padahal pagi itu hawanya dingin bukan main, tapi kapan lagi
bisa ketemu Hagendaaz di jalan, jadilah makan es krim sambil nyaris beku
kedinginan, brrrr.
Tujuan selanjutnya adalah Nara. Nara
merupakan salah satu kota tua yang antik, penuh dengan peninggalan bersejarah, terdapat
kuil-kuil Budha dan kuil Shinto yaitu Todaiji, Saidaiji, Kofukuji, Kasuga
Shrine, Gangoji, Yakushiji, Toshodaiji dan istana Heijo dengan hutan Kasugayama,
merupakan situs cagar budaya dunia UNESCO. Untuk informasi, shrine merupakan
kuil untuk kepercayaan Shinto, dan temple adalah kuil untuk agama Budha.
Setelah drama salah turun stasiun,
terdamparlah kami di stasiun antah berantah, menungu kereta selanjutnya hampir
satu jam lamanya dengan nyaris beku kedinginan, mana sarung tangan hilang
sebelah karena tertinggal di kereta karena turun terburu-buru. Rasanya seperti
mau mati kedinginan deh tangannya tanpa memakai sarung tangan. Menunggu kereta
di stasiun saat musim dingin benar-benar menyiksa sekali dinginnya deh. Kyoto –
Nara kurang lebih satu jam perjalanan dengan kereta.
Karena mengejar waktu, kami hanya
akan mengunjungi Todaiji temple, kuil yang paling terkenal di Nara, karena merupakan
bangunan terbesar di dunia yang terbuat dari kayu, di mana di dalamnya terdapat
patung Budha yang sangat besar sekali, setinggi 15 m, yang terbuat dari
perunggu, yang dikenal dengan nama Daibutsu
(大仏).
Di taman depan pintu masuk kuil Daibutsu banyak terdapat rusa, yang dianggap
sebagai hewan suci , karena sebagai pengantar pesan dari dewa dalam kepercayaan
Shinto. Entah kenapa saat kami hendak keluar dari kuil Todaiji, tiba-tiba muka
ini rasanya beku sekali, kebal seperti disuntik mau cabut gigi. Ternyata tak
lama kemudian turunlah bintik-bintik salju. Pantas saja tiba-tiba hawanya
dingin sekali dan muka membeku seperti berada dalam freezer. Ini kali pertama
saya merasakan hujan salju, benar-benar pengalaman yang tak terlupakan.
Daibutsu at Todaiji |
Setelah
berkeliling menikmati keindahan taman di sekitar kuil Todaiji , kami pun segera
menuju stasiun Nara, hendak pulang kembali ke Kyoto. Namun lagi-lagi drama
nyasar terjadi, karena stasiun Nara namanya mirip-mirip semua, salah turun
stasiun. Ketika jalan kaki, malah tambah nyasar ke sana kemari mencari stasiun.
Akhirnya setelah memecahkan misteri di mana letak stasiun Nara berada, kami
segera menanti kereta kembali ke Kyoto. Setiba di Kyoto, kami segera mencari
makan, akhirnya memilih Mcdonald. Mcd Jepang beda seperti Mcd di Indonesia,
tidak ada nasi, hanya kentang, burger atau ayam saja. Saosnya harus minta ke
pelayan. Karena tempat duduk penuh, akhirnya saya dan teman saya duduk
terpisah. Tapi ternyata ada seorang ibu-ibu yang menawarkan tempat duduknya
kepada saya, supaya saya bisa duduk dekat teman saya. Ini yang kedua kalinya,
karena saat duduk di bis menuju kuil Kinkakuji di Kyoto, kami juga duduk
terpisah, namun saya juga ditawarkan pindah bangku oleh seorang ibu-ibu supaya
bisa duduk lebih dekat dengan teman saya. Bahkan ada ibu-ibu yang ngasih
petunjuk arah menuju Kyoto tower, tanpa kami minta. Kirain orang Jepang
cuek-cuek, ternyata ada juga yang perhatian sampai segitunya.
Selesai
makan kami mencari toko semacam Daiso, yang menjual pernak pernik murah meriah,
dan barang-barang lucu lainnya yang banyak terdapat di pusat perbelanjaan di
stasiun Kyoto. Selesai belanja, saya mengambil tas backpack yang dititipkan di
penginapan setelah check out. Saya dan teman saya pun berpisah, saya naik
shinkansen menuju Osaka tengah malam sendirian, dan travel mate saya pergi ke
Tokyo naik bis malam Willer (lebih murah tiketnya daripada Shinkansen), dan
bermalam di bis (dah kaya program TV koper dan ransel ajanih).
Berikut
adalah ringkasan tempat-tempat yang saya kunjungi selama di Kyoto dan Nara :
1. Sanjusangedo : kuil dengan seribu
patung Budha. Sayang dilarang mengambil foto di dalam kuil.
2. Gion street, kampung dengan rumah
tradisional Jepang dan banyak terdapat Geisha di dalamnya
3. Kyomizu Dera Temple : kuil di atas bukit
4. Kinkakuji : kuil beratapkan daun emas
5. Kyoto Tower , pas malam hari
terlihat bagus karena banyak lampu. Dari atas menara bisa melihat seluruh kota
Kyoto melalui teropong. Tiket masuk : 770 yen
6. Nara
7. Todaiji temple : Di kuil ini
terdapat patung Budha yang sangat besar sekali, setinggi 15 m yang terbuat dari
perunggu. Merupakan kuil terbesar di Jepang. Tiket masuk 500 yen.
8. Pusat perbelanjaan di Sekitar
stasiun Kyoto : Uniqlo, Daiso, toko 3 koin seratus yen
ice cream vending machine |