Kiki's photo album

Rabu, 28 Juli 2010

Kumpulan best of the best dari album foto saya

http://www.flickr.com/photos/42315766@N07/

enjoy it ^^

Jumat, 07 Mei 2010

Kelakuan ekspatriat "nakal"

Ada cerita lucu ketika saya naik taksi di seputaran jalan Sabang. Sang supir taksi tiba-tiba bercerita bahwa dia sangat tidak suka apabila taksi-nya ditumpangi oleh para WNA, terutama yg berasal dari Nigeria. Usut punya usut, ternyata para WNA itu punya kebiasaan yang buruk, seringkali mereka meminjam uang si supir taksi, dengan alasan bahwa mereka tidak punya rupiah, dan minta diantar ke Money Changer (ada istilah yg biasa mereka ucapkan, tapi saya lupa persisnya apa, Money Changa-- kalo ga salah,,). Namun ternyata setelah diantar ke money changer, tiba-tiba para WNA-nya tidak kembali, alias kabur lewat pintu belakang.

Rupanya modus operandi ini sering terjadi, makanya para supir taksi yang biasa beroperasi di daerah Sabang, Sarinah, Jaksa dan sekitarnya biasanya tidak akan mau berhenti kalau dihentikan oleh para WNA "nakal" ini, walapun kadang taksinya terpaksa berhenti karena macet atau lampu merah, sehingga mereka bisa memaksa masuk taksi. Ternyata mereka tak kalah pintarnya, karena tahu taksi tidak akan berhenti, biasanya mereka menyuruh satpam atau tukang parkir untuk memberhentikan taksi, biar tukang taksinya kecele :p

Selain itu para WNA ini kalau bicara di taksi dengan temennya seperti orang berantem kata sang supir taksi, "Saya sering setel radio kenceng-kenceng mbak, soalnya bete denger orang ngobrol kaya orang berantem !", karena saking "toa-nya" volume suara mereka..

Ternyata tukang taksi pun milih-milih penumpang hehe :p


NB : penulis tidak bermaksud ada konten SARA pada catatan ini..

Minggu, 18 April 2010

Goes to Malaysia & Melacca (18-20 Des 09)


Goes to Malaysia & Melacca (18-20 Des 09)

"Just straight down there, you’ll see red bus over there,,” itulah kalimat panjang pertama yang kami dengar ketika kami hendak keluar dari KLIA dan menanyakan dimanakah terminal Sky bus yang menuju KLCC, kepada seorang wanita India di counter yang menjual cinderahati Air Asia, yang menjawab pertanyaan dengan muka lempeng bin dingin tanpa melihat mata saya sama sekali ketika berbicara, dengan aksen British, tapi dengan logat India yang sangat kental. “Ok thank you”, I said..no eye contact ! asem bener dah :p

Seperti biasa, terminal 2D bandara Soetta dipenuhi oleh para calon penumpang yang ingin liburan ke luar negeri di masa libur panjang seperti ini, dan saya pun berada di sana, dengan penerbangan termurah, alias kelas ekonomi. Ini adalah kali ke-dua saya pergi melancong ke luar negeri , dalam tempo waktu kurang dari 4 bulan. Padahal saya sudah merencanakan perjalanan ini sudah dari 7 bulan sebelumnya, demi mendapatkan harga promo yang murah meriah. Dan karena sudah punya kartu NPWP, tentunya saya bebas dari keharusan membayar fiskal sebesar 2,5 juta rupiah (saya dan kawan saya sudah memperhitungkan benar-benar hal ini dari setahun sebelumnya). Tadinya Malaysia merupakan negara tujuan pertama saya di luar negeri, namun Tuhan berkehendak lain. Saya akhirnya malah “nyasar” secara tak direncanakan duluan ke Singapura dan Thailand pada saat liburan lebaran tahun ini (diceritakan pada tulisan yang lain). Walhasil jadinya saya sudah agak terlalu tidak merasaka euforia yang berlebihan seperti pertama kali saya hendak pergi ke luar negeri (dan tentunya jadi lebih pengalaman menghadapi birokrasi dan imigrasi di bandara hehe). Seperti biasa dengan hanya berbekal 1 tas ransel batik ukuran sedang, berisi perlengkapan tempur untuk traveling selama 3 hari, dengan membawa pakaian secukupnya, serta membawa kamera serta tripod, yang merupakan bawaan wajib saya ketika traveling (padahal belum tentu dipake juga tuh tripod hehe). Kami pun segera mengantri untuk mendaftar ulang di loket maskapai penerbangan yang akan kami naiki. Tepat di depan antrian kami, ada seorang “mbak-mbak“, kalau saya tebak usianya mungkin sekitar 35-an, berpakaian sederhana, dengan tas jinjing yang tak kalah sederhananya, dengan wajah yang terlihat cemas sekali. “Mbak“ itu tiba-tiba bertanya kepada saya, harus bayar pajak airport berapa pas di depan loket ? saya yang punya penyakit “Lupa-lupa ingat pun” tiba-tiba jadi lupa ingatan. Seingat saya harus membayar seratus ribu rupiah, sambil menenangkan mbak-mbak itu yang ternyata hanya memegang uang cash sebesar seratus ribu rupiah, bahwa uangnya pasti cukup, yang kalau saya tebak dari penampakannya, sepertinya dia merupakan salah satu dari pejuang devisa kita. Namun ketika sampai di depan loket, ternyata harus membayar 150 rb rupiah. Si Mbak-mbak tadi kontan panik, dan memohon-mohon kepada petugas sambil menangis, bahwa dia hanya punya uang 100 ribu rupiah saja. “Digadai saja barangnya mbak buat nutupin kekurangan 50 ribunya !” ucap salah satu petugas tersebut, dan si mbak-mbak tadi semakin meracau panik dengan muka pucat meminta tolong kepada petugas. Hati siapa yang tidak trenyuh menyaksikan pemandangan menyedihkan ini. Namun kawan seperjalanan saya ternyata bergerak lebih cepat dari saya. Dia bilang sama petugasnya bahwa dia yang akan membayarkan kekurangan uang si mbak-mbak tadi. Bukan main senang dan leganya si mbak-mbak tadi, tak henti-hentinya dia mengucapkan terima kasih kepada kami berdua atas kebaikan hati temanku yang mau menalangi kekurangan uangnya tadi.
Awan gelap menyambut kedatangan kami ketika pesawat yang aku dan temanku tumpangi akan mendarat di KLIA (Kuala Lumpur Internasional Airport). Kami pun sempat mengira bahwa ada asap kiriman kebakaran hutan dari Riau, karena ketika melihat ke luar jendela pesawat, hanya jelaga asap hitam yang terlihat. Namun ternyata itu hanya ilusi belaka hehe. Saat ke luar pesawat ternyata KLIA habis diguyur hujan lebat. Rinai rintikhujan pun mengiringi langkah kaki kami menuju terminal bandara tersebut yang ternyata desainnya sangat sederhana sekali (kaya desain gudang raksasa biasa aja, tidak ada yang istimewa seperti airport Changi ataupun airport Suvarnabhumi). Dan saya tidak menemukan adanya internet gratisan di bandara tersebut (penonton kecewa )

Seharusnya pesawat tiba lebih awal karena delay selama 1 jam, namun diluar perkiraan, sampainya lebih cepat, karena dari Cengkareng – KLIA hanya memakan waktu penerbangan selama 1,5 jam.Perbedaan waktu satu jam lebih cepat dengan Jakarta, membuat malam hari di Malaysia tampak masih terang sekali. Sudah jam 7 malam, tapi masih terang seperti jam 5 sore di Jakarta. Dan ketakutan saya ketika menghadapi petugas imigrasi Malaysia yang katanya rada rasialis, dan supaya tidak disangka TKW, sebaiknya saya berbicara dengan bahasa Inggris saja suapay lebih dihormati di sana,,what the,,,ternyata teman saya sukses menakut-nakuti saya ya ! (getokin Kiko :hammer:p). Saya sama sekali nggak ditanya macam-macam sama petugasnya, Lagi pula postur tubuh saya yang padat berisi ini sepertinya nggak bakal disangka pahlawan devisa deh,,trus kalo memang iya, So what gitu loh ? Dari KLIA, kamipun segera menuju terminal bus naik Sky bus.

“Just straight down there, you’ll see red bus over there,,” itulah kalimat panjang pertama yang kami dengar ketika kami hendak keluar dari KLIA dan menanyakan dimanakah terminal Sky bus yang menuju KLCC, kepada seorang wanita India di counter yang menjual cinderahati Air Asia, yang menjawab pertanyaan dengan muka lempeng bin dingin tanpa melihat mata saya sama sekali ketika berbicara, dengan aksen British, tapi dengan logat India yang sangat kental. “Ok thank you”, I said..no eye contact ! asem bener dah :p

Tiket bis ini termasuk dalam paket pesawat yang sudah dipesan sebelumnya, jadi harganya lebih murah. Karena kalau membayar tiket on spot, alias langsung bayar di atas bis, harus membayar 9 RM ( 1 RM/Ringgit Malaysia = 2,770 IDR/rupiah).

Perjalanan dari KLIA menuju KLCC dengan naik bus kurang lebih selama 1,5 jam. Kalau naik taksi bisa sekitar 200 ribu rupiah (lebih baik kalau pergi ber-empat, bisa lebih murah) atau bisa juga naik kereta yang katanya lebih cepat (sekitar 15 menit, tapi kurang tahu harga tiketnya berapa). Selama perjalanan menuju Kuala Lumpur city, kiri kanan jalan didominasi oleh pohon-pohon yang rindang. Kami pun menikmati sunset pertama yang menyambut kami di negara tetangga di dalam bis yang melaju kencang tanpa hambatan. Setelah tiba di KL terminal bus, kami pun segera naik taksi menuju daerah Chow Kit, dan mencari penginapan di hostel backpacker di sana. Setelah ditolak 3 tempat karena penuh semua karena sepertinya banyak orang Indonesia yang menginap di sini juga hehe, ( kami memang belum booking penginapan karena mau lihat-lihat tempatnya dulu), Alhamdulillah ternyata masih ada 2 bed kosong di kamar yang terpisah di hostel Cosmopolitan. Hostel ini terletak di daerah perniagaan yang cukup ramai. Lokasinya yang di pinggir jalan tertutupi oleh lapak kaki lima di pinggir jalan. Saya hanya bisa berdoa semoga tempat tersebut layak untuk ditinggali selama 3 hari 2 malam. Rupanya doa si mbak-mbak pejuang devisa di bandara tadi benar-benar manjur untuk kami berdua, Alhamdulillah :D. Saat mendaftar di hostel Cosmopolitan, kami disambut oleh Abdullah, resepsionis hostel yang merupakan seorang mahasiswa Manajemen bisnis (if I’m not mistaken !) yang berasal dari Nigeria, kami benar-benar disambut dengan senyuman dan keramahan yang luar biasa. Tadinya saya dan kawan saya disangka orang Malaysia (karena muka kami berdua yang sangat Asia :p), namun akhirnya Abdullah percaya juga kalau kami adalah orang Indonesia ( :p), setelah kami menunjukkan paspor dan mencatat identitas kami sebagai prasyarat untuk menginap di sana. Wow ternyata tarif kamarnya benar-benar murah ! Saya pun segera memilih kamar yang terdiri dari 2 bunkbed, tempat tidur bertingkat. Ternyata itu adalah kamar non AC, dengan kipas anginnya sebesar blower (kalau kata teman saya rasanya seperti sate mau dibakar saja dengan kipas raksasa seperti itu hehe), kamar mix gender untuk 4 orang. Penghuninya terdiri atas 3 orang pria bule, dan 1 wanita (yaitu saya !) wew,,,,,Sedangkan teman saya memilih kamar AC yang terdiri atas 6 tempat tidur bertingkat yang diisi oleh 12 orang, mix gender juga, antara perempuan dan laki-laik. Saya lebih memilih kamar yang sepi karena lebih merasa safe. Kami pun segera berkeliling ruangan hostel yang terdapat di tingkat lantai 4 bangunan tersebut. Lobby nya yang cozy, seperti ruang tamu di rumah. Kecil, sederhana saja, walaupun banyak orang yang asik surfing ria di internet gratisan yang terdapat di ruang terima tamu plus ruang nonton tivi, perpustakaan dan ruang telfon, dan juga banyak yang ngobrol sama temannya, namun suasana tetap tenang. Secara keseluruhan hostelnya bersih, karena semua orang harus melepaskan alas kaki sebelum masuk pintu lobby. Semua ruangan tertata rapih. Kamar mandi, dapur serta ruang makan diberikan fasilitas yang lumayan lengkap. Setiap orang berhak dapat maksimal 6 tangkup roti bakar untuk breakfast. Serta free minuman teh, susu, kopi, coklat, serta air mineral yang bisa direfil dengan botol sendiri tentunya. Setiap alat makan minum yang sudah digunakan, harus dicuci bersih sendiri, self service banget deh. Rasanya seperti tingal di asrama saja bukannya tingal di hostel backpacker. Dan semua orang, baik turis Asia maupun mancanegara, benar-benar mematuhi semua peraturan yang ada di hostel tersebut, makanya kami pun segera merasa nyaman sekali untuk tinggal di sana.. Makanya akhirnya kami pun memutuskan untuk segera memesan kamar untuk 2 malam sekaligus, suapaya tidak usah repot-repot cari hostel baru pada keesokan harinya. Setelah mandi bersih-bersih dan sholat di kamar yang sepi dan tenang (salah satu keuntungan dapat kamar yang tidak banyak penghuninya :p), kamipun memutuskan untuk segera pergi ke menara kembar Petronas tempat syuting film Entrapment yang tersohor itu. Karena sudah terlalu lelah, dan untuk mempersingkat waktu kami lagi-lagi akhirnya naik taksi ke sana. Petronas benar-benar merupakan objek berfoto narsis ria untuk para wisatawan lokal hingga mancanegara. Dan lucunya, supir taksi yang mengantar kamipun ikutan moto-moto Petronas dengan handphone berkameranya (kaya yang rumahnya jauh aja pak !). Menara kembar ini bermandikan cahaya lampu hingga pukul 10 malam, setelah itu lampu dimatikan, jadi tidak bagus untuk difoto. Setelah puas berfoto, waktunya untuk pergi kalau begitu. Dari Petronas kami menuju Lapangan Merdeka, yaitu lokasi gedung pemerintahan yang di Pertuan Agung, dan juga lapangan Merdeka yang merupakan tempat untuk upacara kemerdekaan Malaysia setiap tahunnya. Lapangan ini ternyata seperti lapangan monas di malam hari, di mana banyak penduduk lokal yang asik berwisata murah meriah dan gratisan , baik yang pacaran maupun dengan keluarganya, Nice gan !
Setelah dua kali naik taksi, saya baru sadar, bahwa taksi-taksi di Kuala Lumpur jadoel benar mobilnya, alis mobil tua semua, pantas saja argonya murah.Beda dengan taksi – taksi di Jakarta yang mobil-mobilnya jauh lebih bagus. Ternyata supir taksi di sana kalau sudah malam suka masang argo kuda. Tidak hanya taksi, tapi motor-motor di sana juga jadoel-jadoel. Fenomena apakah ini ? Kalau kita lihat di jalan raya, sepertinya rata-rata setiap 1 kepala keluarga punya 1 mobil. Mungkin tingkat perekonomian di Kuala Lumpur cukup baik, sehinga tiap keluarga bisa punya mobil sendiri. Rata-rata kendaraan di sana yang dominan adalah merk Proton, made in Malaysia. Ada sih merk mobil Jepang seperti Toyota, tapi tidak banyak. Sepertinya mereka benar-benar cinta produk dalam negerikah ? Entahlah...Dan juga seperti yang saya perhatikan, baik di Kuala Lumpur atau di Singapura, rasa nasionalisme penduduknya tampak jelas terlihat, karena sering saya jumpai banyak tempat tingal yang memasang bendera kebangsaan merea, sehingga terlihat jelas dari jalan raya. Apakah karena emang rasa nasionalismenya yang tinggi, ataupun karena persaingan anatara ras yang cukup besar sehingga mereka menunjukkan kecintaan mereka terhadap negara masing-masing dengan memasang bendera negara nya di tempat tinggal masing-masing ? entahlah,,

Keesokan harinya, sesuai itinerary yang sudah kami buat, kami segera menuju bis ke Malaka. Dari terminal Bis Puduraya menuju Malaka, perjalanan kira-kira 2 jam (kalo tidak salah, lupa :p). Di dalam bis kami berkenalan dengan seorang pemuda yang menurut feeling saya bertampang nJawa ni, dan setelah diajak ngobrol sama teman saya, ternyata , pemuda tersebut berasal dari Jawa tengah, dan sedang mencoba peruntungannya menjadi TKI di negeri orang. Langsung saja kami minta dia supaya menjadi guide kami selama di Malaka hehe. Sampai kota Malaka yang merupakan “Heritage City-nya Unesco”, kami terkagum-kagum dengan keindahan kota tua ini. Semua tertata rapih dan tampak bersih. Tujuan utama kami ke sini yaitu menuju gereja tua yang seluruh bangunannya bercat Merah, yang merupakan peninggalan pemerintahan Inggris yang berlokasi dekat dengan museum kota Malaka serta berada di seberang anak sungai Malaka. Sayang karena cuaca buruk, yaitu hujan yang turun terus menerus, kami hanya sempat mengunjungi Gereja tua serta masuk ke dalam museum Malaka, dan makan siang di China town-nya, tidak sempat explore kota Malaka lebih jauh karena waktu menjelang sore dan kami haru segera pulang mengejar bis terakhir ke Kuala Lumpur dengan naik bis double decker. Imho, saya anjurkan kalau untuk keluar kota lebih baik jangan naik bis double decker, karena jalannya lambat nian, macam keong. Apalgi karena kami terkena macet total di jalan tol sehingga perjalanan Malaka – Kuala Lumpur mencapai 3 jam lebih !
Esok harinya sebelum pulang menuju airport KLIA, kami menyempatkan diri untuk mengunjungi lapangan Merdeka di pagi hari, yang jelas tampak berbeda pada malam harinya pertama kali kami datangi, tapi tetap ramai oleh kunjungan para turis asing lainnya seperti kami.
Kuala Lumpur menurut saya merupakan surga tempat berwisata kuliner yang sangat memanjakan lidah kita yang notabene bercitarasa makanan asia yang full bumbu, serta harganya yang lumayan bersahabat dengan kantong seorang backpacker seperti saya. Kesan lainnya pemerintah Malaysia benar-benar serius dengan program wisatan “Truly Asia” nya (menurut versi mereka ya!), sehingga mereka mempersiapkan sarana dan transportasi untuk para pendatang dengan baik, sehingga membuat kita cukup nyaman. Semoga ini bisa jadi bahan pembelajaran untuk kita semua, bahwa kalau potensi tempat wisata dikelola dengan baik, tentu hasilnya akan baik pula. Maintenance yang baik serta kesadaran masyarakat yang ikut mendukung program tourism ini, diperlukan untuk mendukung majunya dunia pariwisata di Negara mereka , yah semoga bisa kita ambil sisi positifnya dari sana. Wassalam.

Adapun rincian biaya transportasi dan akomodasi yang dikeluarkan selama di Malaysia ( Kuala Lumpur sekitarnya & Malaka) adalah sebagai berikut :

Flight : bisa berubah-rubah tergantung rezeki dan kalau dapat harga promo
Airport tax : 150,000 RP
Sky bus (utk 2 org, KLIA – Kuala Lumpur City Central (KLCC) dan KLCC- KLIA) : 79,396 IDR

Kalau tidak memesan tiket sky bus secara online, maka dikenakan tarif 9 RM untuk sekali jalan (lebih mahal kan ! )


Hostel backpacker tempat saya menginap :
Hostel Cosmopolitan, Kuala Lumpur
4T Floor,No. 73 & 75 Jalan Haji Hussein
Kuala Lumpur Malaysia
Note :
4-bed Mixed Dorm is WITHOUT A/C (with Fan only). The 10-bed & 12-bed Dorms are WITH A/C.
lokasi hostel dekat sekali dengan stasiun monorel/ skytrain
RATE Kamar di hostel Cosmopolitan
Kamar AC = 24 RM (* 2,770 IDR= 66,480 IDR)
1 kamar terdiri atas 6 bunkbed, 2 tingkat bed. Alias rame2 hehe


sedangkan kamar saya non AC (pake kipas angin blower) = 18 RM (*2,770 IDR = 49,860 IDR)
1 Kamar terdiri 2 bunkbed, jadi ada 4 bed, alias 4 orang.


Tiket bus Blue line dari terminal Malaka ke Bandaraya Malaka Bersejarah = 1 RM
Makan enak dan bergizi yaitu dengan min. 3 – 4 macam menu, seharga 23-26 RM (*2,770 IDR = 63,710 – 72,020 IDR) untuk makan sebanyak 2-3 orang. Contoh menu , sebagai ilustrasi misalnya :

Chicken rice ball (porsi 3 orang)

1 piring chicken rice ball
1 mangkuk nasi tim
1 piring ayam steam (sumpah lembut bgt ayamnya)
1 piring sayur sawi (baby kailan)
3 gelas ice lemon tea

btw , susah baner bo cari makanan Rice Ball halal di sini,,,hiks,,,

Tiket masuk Muzium Melaka = Dewasa 5 RM

Soft drink @ KLIA (Kuala Lumpur Internasional Airport) = 3.90 RM

total pengeluaran = 423 RM (untuk berdua)

Jumat, 12 Februari 2010

Antara Bangkok dan Pattaya aku jatuh bangun




So next destination is Bangkok, Thailand. Di atas pesawat sempat diminta tolong oleh seorang wanita muda dengan anaknya, yang berasal dari Batam. Saat mengisi kartu untuk data imigrasi Thailand, dia mengalami kesulitan, lalu minta tolong sama saya karena dia bilang , “Saya nggak bisa bahasa Inggris mbak!” ok lah kalau begitu (dan selanjutnya bukan sekali dua kali ini saja ada orang yang minta tolong diisin kartu imigrasinya...)





Next destination : Bangkok, Thailand (Suvarnabhumi Airport)

Akhirnya sampailah kami di Suvarnabhumi Airport Thailand yang masih baru dan megah. Arsitekturnya benar-benar keren, seperti bangunan minimalis tapi dalam skala besar. Di imigrasi kami disambut oleh para petugas yang bermasker anti-firus-flu-burung-ria. Jutaan orang yang dating ke Thailand, maka antisipasi atas penyebaran virus flu burung ini begitu ketatnya. Petugas imigrasi di Suvarnabhumi seperti di Changi, welcome juga. Cuma alatnya lebih canggih, mungkin karena masih anyar keneh (nambah lagi deh cap di paspor hehe). Bandara Suvarnabhumi, termasuk salah satu bandara yang terbagus terus rekornya dikalahkan oleh bandara di Abu Dhabi (?). Maintenance di sini cukup bagus, bisa kita lihat juga di toiletnya yang bersih seperti di Changi dan ternyata masih ada WC jongkok, seperti layaknya toilet di beberapa negara Asia lainnya. Di bandara ini juga terdapat layanan internet gratisan, dan bentuk touch pad mouse-nya yang unik, yaitu hanya berupa 4 buah tombol yang ditekan ke atas-bawah-kiri-kanan, sungguh membuat kami saya kesulitan karena tidak terbiasa menggunakannya. Dari bandara kami memutuskan untuk menggunakan jasa travel agen di tourism center untuk mengantar kami berkeliling ke Grand Palace dan berkeliling kota Bangkok pada esok paginya. Kami menggunakan taksi menuju hotel Baiyoke Suite dan mencoba menerangkan tempat tujuan kami kepada supir taksi yang ternyata tidak bisa ber- bahasa Inggris. Wah apa yang kami takutkan pun terjadi, semoga saja kami bisa sampai hotel tujuan tanpa nyasar. Pemandangan kota Bangkok di malam hari mirip seperti Jakarta yang hiruk pikuk dengan segala kemacetannya, kekumuhannya tapi ada kereta semacam MRT-nya yang menjangkau seluruh sudut di kota Bangkok ini yang sangat memudahkan bagi para turis asing seperti kami ini (sayang selama di sana saya sama sekali tidak bisa naik MRT-NYA karena waktu yang tidak cukup). Pemerintah Thailand benar-benar siap mempersiapkan transportasi yang sangat memadai dan mudah dijangkau serta aman, tidak heran banyak dikunjungi oleh para wisatawan asing dari berbagai penjuru dunia. Pemandangan orang bermasker sangat banyak dilihat di sini. Akhirnya setelah perjalanan panjang dan macet , sampailah kami di hotel. Setelah check in, ternyata di sana ada pusat informasi turis, dan dari hasil browsing, saya memutuskan untuk memaksakan diri menonton pertunjukan Siam Niramit, yaitu pertunjukan budaya Thailand yang dikemas secara high tech dan informatif sehingga merupakan salah satu tontonan budaya world class, yang wajib ditonton. Ternyata harga tiketnya sangat mahal, yaitu sebesar 1,500 baht (termasuk transportasi mobil balik ke hotel) dan tanpa makan malam, karena nambah mahal lagi kalau termasuk makanan. Karena sudah jauh-jauh ke Bangkok, dan rasanya sayang kalau tidak menonton acara ini akhirnya saya dan Dilla memutuskan untukmembeli tiket acara ini. Akhirnya dengan perut keroncongan dan dalam waktu kurang dari setengah jam saya dan Dilla mempersiapkan diri sebelum berangkat menonton pertunjukan Siam Niramit, karena mbak Nia, mengeluh tidak enak badan, akhirnya kami hanya pergi berdua. Saya hanya berdoa semoga kami bisa menonton tepat waktu. Ternyata perjalanan menuju tempat pertunjukannya lumayan jauh dari hotel, dab akhirnya sang supir yang bisa berbahasa Inggris dengan fasih, mencari jalan tikus dan kami sampai tepat pada waktunya. Namun si Mr. Sutee, sang supir tersebut sempat mengatakan bahwa kami akan dijemput kembali apabila pertunjukan sudah selesai, dan apabila dia idak bisa menjemput, saya disuruh naik taksi saja, dan nanti uang akan dikembalikan ! wow,, dengan memelas saya bilang bahwa kami bisa nyasar kalau tidak dijemput kembali. Waduh ternyata si bapak cuma bercanda saja,,ampun deh,,tega banget si mister,,
Walaupun tiket menonton Siam Niramit menguras habis uang saya, namu ternyata worth it banget, tontonannya benar-benar menarik, yaitu menjelaskan sejarah berdirinya negara Siam, dan negara-negara tetangganya seperti Kamboja, Laos, Myanmar dalam bentuk tari-tarian, nyanyian, yang live, yang dikemas secara apik oleh para penari profesional dan baru kali ini saya berkesempatan melihat pemuda pemudi Thailand yang cakep-cakep dan menarik dan saya juga mencari-cari apakah ada Ladyboy (waria) di sini. Karena seperti apa yang kita ketahui, bahwa adanya anak lelaki yang mempunyai kelainan seksual alias kemayu, dalam suatu keluarga adalah suatu berkah buat mereka, dan dianggap suatu kebanggan. Dan yang paling berkesan adalah efek panggungya yang menggunakan teknologi tingkat tinggi, bayangkan saja, di atas panggung yang tadinya digunakan para pemain untuk beratraksi, tiba-tiba bisa keluar air mancur, lalu dari bawah panggung keluar kolam yang menyerupai sungai di mana ceritanya ada kapal besar yang melintas di atas panggung tersebut. Wah ini benar-benar keren sekali, pasti dibutuhkan maintenance yang tingi untuk mempersiapkan peralatan seperti ini, wajar saya tiket nontonnya mahal sekali. Gajah pun bergerak dengan leluasa di atas panggung. Koreografi tariannya keren sekali, sayang tidak boleh memotret, saya juga hanya bisa curi-curi moto menggunakan kamera handphone. Setelah pertunjukan selesai, tidak lupa berfoto-foto dengan para artis pendukung acara tersebut. Dan saya dengan harapa-harap cemas mencari-cari apakah supir tadi, Mr. Sutee benar-benar meninggalkan kami sendiri di sana atau tidak, syukurnya tidak sih. Waduh selera humornya benar-benar aneh nih bapak.Wuidih ternyata kami benar-benar kelaparan, si Mr. Sutee menyarankan apabila kami mencari makanan halal, bisa pesan di restoran hotel. Namun setelah sampai hotel ternyata restoran sudah tutup, akhirnya kami pergi ke mini mart seven eleven terdekat lalu beli burger di sana.
Tadi waktu di pesawat, saya sempat membeli nomor lokal, namun ternyata kartunya tidak bisa tersambung ke mana-mana, sayang sekali. Hotel Baiyoke berlokasi di tengah-tengah pasar, dan kami berada di ketinggian lantai 20 sekian (lupa euy!). Namun ketika kita lihat keluar jendela, -nya benar-benar keren sekali. Cuma saya tidak tahu apakah kami diizinkan naik sampai roof top buat hunting foto di sana, akhirnya karena sudah sangat letih saya pun tidak lama kemudian jatuh tertidur. Esok harinya kami pun pergi sarapan ke restoran di lantai atas, ternyata restorannya hampir seluruh dindingnya adalah kaca. Benar-benar pemandangan yang spektakuler, kita bisa melihat ke seluruh penjuru kota Bangkok dengan leluasa dan jelas sekali. Wah coba kalu tadi malam saya foto rooftop dari sini, pasti bakal dapat view yang bagus sekali (nyesel banget deh !). Setelah puas menyantap makanan buffet yang lezat, kami pun menunggu djemput olah orang travel yang akan mengantar kami menuju Grand Palace (Istana Kerajaan) dan berkeliling Bangkok sebentar saja, karena siangnya sudah harus menuju Pattaya, yang jaraknya kurang lebih 2 jam dari Bangkok. Ternyata penjemput kami datang tepat waktu dan kami segera diantar menuju Grand Palace yang sangat tersohor, Grand Palace tadinya merupakan kediaman resmi Raja Thailand, namun sekarang digunakan untuk upacara kenegaraan dan untuk urusan pemerintahan saja. Di sana banyak terdapat kuil emas dan patung Budha raksasa yang megah. Tiket masuk ke Grand Palace sebesar 350 baht, dibuka dari pukul 08.30 am-3.30 pm. Setelah puas berkeliling Grand Palace sambil mendengarkan penjelasan dari guide tour kami,akhirnya kami pun melanjutkan perjalanan untuk makan siang. Kali ini makan siangnya diajak makan yang mudah-mudahan halal, yaitu makan ayam goreng dengan bawang goreng yang harum sekali wanginya yang kedainya berada di pingir jalan. Setelah puas menyantap ayam dan nasi seharga kurang lebih Rp 12,000.-, kami pun “dipaksa“ mengikuti keinginan sang guide tour untuk masuk ke dalam beberapa toko perhiasan dan bahan pakaian yang rupanya sudah bekerja sama dengan turis agency di sana supaya tokonya dikunjungi oleh para pelancong seperti kami ( sepertinya byk turis agency di sana cara kerjanya seperti ini). Setelah keluar masuk toko, karena waktu yang tidak memungkinkan untuk mengunjungi pasar Chatuchak untuk mencari barang murah, dan juga tidak sempat naik perahu di sungai Cao Phraya, dll ( tadinya saya mengagendakan mengunjungi semua tempat tadi serta ke Wat Pho di mana ada patung Budha besar, musium boneka Bangkok, Dream world, Srinthip, Khao San Road, pusat backpacker, hingga Chiang Rai, golden triangle Laos – Myanmar, sayang sekali waktu tidak cukup :p) akhirnya kami pun segera melanjutkan perjalanan menggunakan mobil sewaan menuju Pattaya.
Selama di perjalanan, sang supir menawarkan aneka ragam bentuk wisata di Pattaya, dari menonton Show Cabaret ( Ladyboy/waria) yang lumayan mahal juga, kalau tidak salah sekitar 600 baht ( sayang uang saya sudah habis untuk menonton Siam Niramit, jadinya nggak nonton Tiffany deh) hingga pertunjukan seronok show gadis-gadis (Ladyboy ?) Thailand berbikini ! (wow!), dia nggak nawarin sih, tapi saya lihat foto-fotonya dari kumpulan brosur dan panflet wisata di Pattaya yang dia berikan :p. Karena selama di Bangkok tidak sempat mencari toko yang menjual cinderahati khas Thailand, akhirnya kami memutuskan diantara jadwal yang padat ini untuk berbelanja di Pattaya. Dan akhirnya kami pun diantar sang supir ke salah satu toko yang besar dan lengkap. Setelah menghabiskan uang yang tersisa (saking kehabisan uang, CC-nya mbak Nia yang tadinya sudah digunting, disambung kembali untuk membayar belanjaan ! ). Kok ke Pattaya, bukan ke Phuket saja ? sebenarnya saya memilih ingin pergi ke Phuket karena ngiler sama The Beach-nya Leo. Karena mbak Nia sebelumnya sudah ke Phiphi island, makanya dia memilih pergi ke Pattaya. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan menuju hotel Pattaya Discovery Beach, yang berbintang 4 (gaya euy !). Hotel ini masih baru, bergaya minimalis, anyar keneh, bau cat pun masih tercium harum. Mungkin karena masih baru maka kami dapat harga yang lebih murah dibandingkan dengan hotel Baiyoke di Bangkok. Seperti biasa, yang daftar 2 orang, tapi yang tidur 3 orang. Jadi harus bayar extra tambahan 1 orang untuk menikmati sarapan pagi buffet yang menunya lengkap sekali (mahal juga sih sekita 200 ribu rupiah jatuhnya, hiks,,). Setelah bersih-bersih, menjelang malam kami pun mencari makan. Ketika naik lift, ternyata bertemu dengan tamu hotel yang berasal dari Surabaya ! jauh-jauh ke Pattaya sama Bangkok, ketemunya orang Indonesia juga hehe :p. Karena tidak lengkap rasanya kalau belum mencoba Tom Yam Kun khas Thailand, akhirnya kami memesan itu di restoran depan hotel. Sungguh nikmat sekali ternyata, rasa asam daun jeruk menambah wangi tom yam yang gurih dengan bumbu yang sangat spicy. Setelah menikmati makan malam, kami tadinya mau berjalan-jalan di sekitar pantai, yang ternyata sedikit reman-remang dan dipenuhi oleh bule yang mabuk, seperti suasana di pantai Kuta, Bali saja. Kami pun urung pergi berjalan-jalan, akhirnya kembali ke hotel, dan mencari internet gratisan. Esok paginya kami tadinya mau mengejar matahari terbit, namun sayang sekali hujan turun tiada henti dari semalam, akhirnya kami menunggu hujan berhenti sampai jam 9-an. Setelah cuaca cerah, kami pun memutuskan pergi ke pantai persis di depan hotel. Ternyata pantainya kecil dan pendek sekali, aduh kami sungguh kecewa. Kata orang yang menyewakan perahu, kalau mau ke pantai yang bagus, harus naik perahu ke pulau Koh Larn. Sewa speed boat seorang sekitar 300 baht (? Lupa euy !). Akhirnya setelah mentok menawar semurah mungkin, kami pun dilengkapi dengan life jacket, segera menaiki speed boat yang kecil tersebut. Karena harus kembali ke hotel jam 11 sebelum check out, maka sang supir speed boat mengendarai speed boatnya seperti dikejar setan, alias kenceng banget, hingga bujur (pan*at) rasanya sakit sekali karena kapal sering menabrak ombak yang besar. Mudah-mudahan kami pulang pergi selamat, doa saya dalam hati karena tidak yakin melihat speed boat yang melaju kencang. Akhirnya tibalah kami di pulau Koh Larn, yang ternyata pantainya merupakan tempat wisata olah raga air. Lagi-lagi kami kecewa, karena berharap bisa mendapatkan pulau yang pantainya masih perawan dan bagus buat objek foto namun sayangnya hal itu tidak kami temui di sana. Akhirnya sambil melepaskan penat akhirnya kami turun ke pantai, dan berfoto narsis untuk mengobati kekecewaan. Dan karena harus segera kembali ke hotel, kami hanya menghabiskan waktu sekitar 20 menit di sana dan segera kembali ke hotel. Setelah check out dari hotel, kami dijemput kembali oleh mobil yang kemarin mengantar kami dan segera menuju kembali ke bandara Suvarnabhumi, Bangkok, yang jaraknya berada di tengah-tengah antara Bangkok – Pattaya, yang juga memakan waktu 2 jam perjalanan.. Ternyata di gang kecil samping hotel banyak terdapat ladyboy kelas taman lawang (serem-serem bo soalnya!) yang sudah mangkal siang-siang bolong. Dan saya yang sigap dengan kamera di tangan segera memotret para waria yang langsung buang muka dengan muka jutek ketika saya foto..maaf mbak eh mas ! Ternyata kami terlambat sampai airport ! harap-harap cemas ditinggal pesawat ke Singapura, ternyata pesawatnya delay 2 jam ! Alhamdulillah, kami tidak jadi ketingalan pesawat untuk kembali ke Singapura.

-------------------------------part 2, to be continued-------------------------------

Kamis, 11 Februari 2010

Traveling perdana antara Jakarta - Singapura


My travel itinerary

1st day - 2nd day

JakartaSingapore

Flight : Wed Sep 23th, 2009. 11.20 -14.00 hrs (Air Asia)

This was my 1st journey going abroad. Ini adalah kali pertama saya pergi traveling ke luar negeri ( dengan uang tabungan setelah bekerja sekian lama,,hiks,,). Rencana perjalanan ini sangat dadakan, karena rencana sebelumnya adalah pergi ke Malang pada saat libur lebaran. Namun karena mendapat ajakan super mendadak ikut serta traveling dari Mbak Kurnia (teman les di Japan Foundation) ke Singapura-Bangkok-Pattaya-Singapura-Batam (total 5 hari), dengan harga tiket dan akomodasi yang menurut saya lumayan sepadan dengan apa yang akan didapat (sayang waktu itu belum mengerti tips dan trick ala backpacker), dua hari setelah lebaran, maka persiapannya agak sedikit giri-giri (terburu-buru), hanya dalam waktu kurang dari 2 minggu pesan tiket pesawat, penginapan, membuat itinerary (sebenarnya hanya berupa print-print-an tempat wisata yang saya temukan dari browsing) perjalanan di semua Negara yang dituju (modal googling doang), tak lupa menyiapkan uang saku yang akan ditukar ke mata uang dollar Singapura dan baht. Saya memang sudah bikin paspor pada bulan Mei 2009, karena sudah tahu ada peraturan baru bahwa apabila sudah mempunyai kartu NPWP, maka kita bisa dibebaskan dari keharusan membayar fiskal sebesar 2,5 juta rupiah, tentu saja ini merupakan suatu kesempatan yang bagus sekali bagi saya untuk memulai berpetualang di negeri orang. Oleh karena itu saya dan teman saya sudah merencanakan perjalanan keluar negeri yang pertama kalinya buat saya ke Malaysia pada bulan Desember ’09 (sudah booking tiket pesawat dari 6 bulan sebelumnya). Namun Tuhan berkehendak lain. Cap pertama Negara asing di paspor saya ternyata adalah di Imigrasi Singapura. Sedikit H2C (harap-harap cemas), karena ditakut-takuti akan bahaya virus flu burung yang sedang menjangkiti beberapa negara di Asean. Setelah sempat berkonsultasi dengan beberapa orang teman, apakah sebaiknya suntik vit. C di rumah sakit atau minum vitamin tertentu supaya aman dari bahaya virus, akhirnya diputuskan jangan minum atau menyuntikkan obat apapun karena takutnya malah bermasalah saat di imigrasi karena ada detektor yang bisa melacak suhu tubuh manusia apakah panas (bisa diduga sedang terjangkit virus) atau tidak di imigrasi. Ya sudah Bismillah saja deh. Karena ini kali pertama saya ke luar negeri, I’m totally blind. Benar-benar hanya mengekor teman saya mbak Nia dan Dilla, sepupunya yang masih SMU yang sudah berpengalaman pergi ke luar negeri.

Akhirnya tibalah waktunya pada hari keberangkatan. Kami semua bertemu di terminal 2D Soekarno Hatta. Ini adalah kali pertama saya bertemu dengan Dilla, sepupunya mbak Nia, yang ternyata seorang gadis manis berjilbab keturunan arab yang masih SMU ! Sedangkan mbak Nia adalah seorang wanita yang sudah cukup matang di usianya, sudah lumayan lama saya kenal di tempat kursus Japan Foundation, dan dia juga sudah banyak pengalaman pergi ke luar negeri. Dengan berbekal print-print-an tiket pesawat kami pun masuk ke dalam terminal keberangkatan. Lalu mengantri di counter armada pesawat yang akan kami naiki. Sebelumnya kami harus membayar pajak airport sebesar Rp 150,000.-. Saya hanya berbekal tas ransel di punggung, serta tas tenteng sedang yang berisi pakaian untuk perjalanan selama 5 hari, serta tidak lupa membawa tripod kemanapun saya pergi (dan cukup merepotkan tentunya), walhasil bawaan saya adalah yang paling banyak, karena kamera saya saja sudah banyak makan tempat. Setelah selesai registrasi ulang, kami pun segera menuju loket NPWP. Dikarenakan saya belum punya kartu NPWP yang kecil, jadi bermodal fotocopy-an surat NPWP yang berbentuk kertas lembaran A4, saya pun terbebas dari keharusan membayar fiskal. Selepas dari loket NPWP, kami pun bergegas menuju ke pemeriksaan imigrasi. Nah pas sampai ke pemeriksaan tas terakhir dekat ruang boarding, minuman botol mineral kami pun disita, harus diminum habis saat itu juga atau dibuang, karena tidak boleh dibawa masuk ke dalam pesawat. Oh well, untungnya masih ada botol minuman saya yang lolos pemeriksaan. Masih dalam suasana lebaran dan ini kali pertama saya akan pergi jauh dari rumah, benar-benar suasana yang berbeda. Dalam ruang tunggu dipenuhi para calon penumpang, saya pun mulai berdiskusi bersama teman teman trip seperjalanan, nanti mau ke mana saja. Ternyata teman-teman saya, walaupun sudah pernah pergi ke negara yang akan dikunjungi, tidak siap dengan itinerary-nya,,owalah, untung saya masih sempat browsing tempat-tempat menarik yang jadi tempat tujuan wisata di sana. Jadi berbekal print-print-an hasil browsing, kami pun membuat plan A plan B, akan mengunjungi tempat apa saja nanti. Akhirnya tibalah waktu boarding masuk ke dalam pesawat, saya pun berdoa semoga perjalanan saya selama 5 hari ke depan tidak akan mengalami kendala apa-apa, soalnya teman-teman saya perempuan semua. Karena naik pesawat kelas “ekonomi“, kami pun tidak dapat makan siang. Kami pun beli makanan di atas pesawat. Ya lumayanlah rasanya dengan harga kurang lebih Rp 27,000 ribu rupiah, sesuai ekspetasi. Karena di Singapura sedang ada event F1, maka ada undian konser tiket musik F1 yang mahal sekali. Beruntunglah seseorang yang bisa mendapatkan golden tiketnya di kantong tempat duduknya di pesawat. Tak terasa kurang lebih setelah satu jam perjalanan, pesawat akan mendarat di bandara internasional Changi, Singapura. Kami pun mulai mencocokkan jam tangan dengan waktu setempat yang satu jam lebih awal daripada waktu WIB. Alhamdulillah selepas pesawat landing dengan selamat, kami pun segera menuju pemeriksaan imigrasi. Wow ini adalah cap pertama negara lain di paspor saya. Setelah disambut dengan ramah oleh petugas imigrasi setempat, dan lolos dari pemeriksaan imigrasi (Alhamdulillah), saya pun asyik menikmati pemandangan di airport ini. Changi merupakan salah satu dari airport tersibuk di dunia, karena banyak juga pesawat ke Eropa dan lain-lain yang transit di sini. Saya pun asyik menikmati layanan internet online-nya yang gratis dan aksesnya lumayan cepat walau harus ganti-gantian antri. Di bandara juga tersedia tap water, yaitu air dari kran yang bisa diminum langsung. karena airnya sudah matang. Setelah itu kami segera menghubungi kawan mbak Nia yang tingal di Singapura, yang katanya akan menjemput kami selepas ketibaan kami di bandara Changi . Namun setelah satu jam lebih kami tidak berhasil menghubungi temannya tersebut, akhirnya kami naik taksi menuju hotel YMCA di Orchard road, tempat kami menginap semalam. Hotelnya termasuk bintang 3-4 ? hotel lama, tapi lumayan bersihlah. Satu kamar didaftarkan untuk 2 orang, padahal orangnya bertiga (ngirit.mode on). Jadi yang satu orang tidak kebagian sarapan pagi di restoran hotel yang berupa roti bakar. Saking parno-nya kami karena harga makanan di Singapura mahal-mahal, saya membawa bekal nasi, setoples rendang dan kripik kentang buatan bunda Uti (love u bun,, :”>) yang syukurnya rendang saya tidak disita di imigrasi. Tak lupa kami membawa banyak popmie dan bubur instan (yang akhirnya malah tidak kemakan semua! Berat-beratin doang, hehe). Ternyata sopir taksi di sana ramah-ramah juga ya. Pas naik taksi, seperti biasa sopirnya bertanya sama saya , “Where are you come from ?”, saya bilang saya dari Indonesia. Oh saya kira kamu dari Vietnam atau Thailand ! wew,,Akhirnya diapun bicara pakai bahasa melayu,,fiuh thanks God, soalnya tadi dia nanya rute jalan yang mau kita pilih lewat mana soalnya sedang ada persiapan buat F1, jadi jalanan banyak yang ditutup,,Terus terang tidak ngudeng waktu dia nanya mau lewat jalan PIE ? ECP (?) menuju kawasan Orchard dalam English. Tadinya si supir yang beretnis Chinese ini memutar saluran radio berbahasa mandarin, terus karena tahu kami orang Indonesia, dia pun mengganti saluran radionya ke radio berbahasa melayu. Ternyata pas adzan Ashar pun dikumandangkan di radio, wah ini yang tidak pernah saya dengar di Jakarta. Sepanjang jalan menuju pusat kota, mata kita dimanjakan oleh pemandangan berbagai jenis pohon hijau serta kembang tanaman berwarna warni yang ditanam di sekeliling pembatas dan di pinggir jalan.

Welcome to Singapore ! Sepanjang jalan banyak terdapat apartemen dan flat, nyaris tidak ada rumah tinggal yang seperti rumah kita pada umumnya, karena harga tanah di sana mahal, jadi orang –orang tinggal di apartemen /flat. Saya perhatikan juga banyak orang yang memasang bendera kebangsaannya di tempat tinggalnya masing-masing (hal ini juga banyak saya jumpai ketika berkunjung ke Malaysia). Katanya sih karena persaingan etnis di sana lumayan besar, jadi mereka menunjukkan kecintaan mereka kepada negaranya dengan cara seperti itu. Pusat kota Singapura tidak beda jauh seperti jalan protokol di Sudirman. Namun bedanya di sana tidak ada orang yang berjualan di pinggir jalan. Kalau soal sampah, ada juga kok saya temukan sampah di jalan , mungkin sampah dari turis yang memang jorok sepertinya. Kan seperti yang biasa kita dengar bahwa di sini tidak boleh buang sampah sembarangan, tidak boleh makan permen karet blablabala., ketat gitu deh peraturannya. Akhirnya sampai jugalah kami di hotel YMCA, Orchard. Hotel lama, namun bersih. Supir taksi yang baik itupun menolak uang recehan kekurangan pembayaran taksi, “ simpan saja” katanya, hehe. Setelah beres-beres kami pun segera bergegas, karena saya ingin berfoto ria di patung Merlion yang ada di pulau Sentosa (bukan yg di Esplanade, salah informasi hiks !). Kami pun berencana ingin pergi ke sana naik MRT saja. MRT (Mass Rapid Trans) adalah semacam kereta ekspres di Singapura, yang ada tiap 5 menit. Harga tiketnya kurang lebih 1-3 SGD, tergantung lokasi tujuan. MRT adalah salah satu sarana transportasi umum utama di Singapura selain bis. Stasiun MRT di sana benar-benar bagus, bersih, dan terawat. Kalau anda tinggal lebih lama di Singapura, mungkin bisa langsung beli tiket terusan, jadi tidak usah beli tiket cash, hanya tinggal gesek kartu abodemen saja bisa naik MRT. Dan dimulailah petualangan kami bernyasar ria dan bertanya kepada orang –orang setempat, bagaimana cara mencapai stasiun MRT, dengan bahasa English melayu dan bahasa tarzan tentunya, dengan segala kebodohan kami mencari stasiun MRT yang ternyata berada di bawah tanah di daerah Orchad, yang masuknya bisa juga nembus dari Mall of Singapura. Soalnya walaupun mbak Nia sudah pernah ke Singapura, dia belum pernah naik MRT,,,oh well,,ok lah kalau begitu, benar – benar seperti turis nyasar keluar masuk stasiun MRT, bingung cara beli tiketnya yang pake mesin otomatis hingga setiap kali diajarin sama setiap orang yang kami mintai tolong. Syukur deh semua orang yang kami tanyai mau ngajarin bagaimana cara membeli tiket, menukar uang 50 SGD dengan recehan pecahan 1 – 10 SGD untuk membeli tiket MRT di loket yang tersedia, mengambil duit re-fund kembalian deposit tiket MRT sebesar 1 SGD kalau sudah sampai di stasiun tujuan, menunjukan stasiun transit Dhobi Ghaut, lanjut ke Clarke Quay (seharusnya ke sini dulu karena patung Merlion kecil ada disini,,) terus melanjutkan perjalanan ke stasiun Harbour Front ( ini juga stasiun dimana kami naik fery ke Batam) menuju Pulau Sentosa. Pulau sentosa dibuat dari pasir yang diambil dari kepulauan Riau (*sigh). Tempat ini dipenuhi oleh berbagai wahana permainan air dan outbond. Saya dan teman-teman sih tidak masuk ke dalam wahana tersebut, karena harga tiketnya cukup mahal dan juga lebih baik kami memanfaatkan waktu yang sangat sedikit untuk berkeliling semampu kami berjalan saja, karena besok siang kami sudah harus terbang ke Bangkok, Thailand.. Jadi kami hanya berkeliling naik mobil wisata di sana dan menikmati sunset yang ternyata cukup indah. Bagus sekali untuk objek foto. Karena di sana masih dalam suasana lebaran, pengelola kawasan wisata Sentosa memutar lagu-lagu melayu bernuansa lebaran melalui speaker besar di seluruh penjuru kawasan ini, sehingga rasanya saya masih berada di Jakarta saja suasananya . Setelah puas berfoto ria, perut kami pun mulai merasa keroncongan. Sambil mencari –cari restoran yang harga makanannya murah (*hiks) akhirnya kami menjatuhkan pilihan ke counter nasi lemak. Nasi lemak ini terdiri dari nasi yang berwarna hijau dari daun pandan, sambal cabe, teri kacang dan potongan ayam seperempat, terus minum lemon tea, semuanya harganya sekitar 5 SGD (Rp 30,000.-). Setelah merasa capek naik turun tangga dan nyasar-nyasar di stasiun MRT yang luas, kamipun merasa lelah luar binasa. Akhirnya kami kembali ke hotel naik taksi (sekitar 5 SGD). Esok harinya rencananya saya mau pergi pagi-pagi sekali dari hotel untuk berburu objek foto yang bagus di sekitaran Orchard Road yang sangat terkenal ini. Namun apa daya, walaupun waktu di Singapura lebih cepat 1 jam daripada waktu Jakarta, namun kenyataannya jam 6 pagi di sana masih seperti jam 5 pagi di Jakarta, gelap banget euy ! Mana hujan pula, mustahil rasanya saya bisa hunting foto keluar. Walhasil kami baru bisa beranjak keluar kamar hotel pada pukul 10 pagi ! Karena waktu yang tersisa sangat sedikit sebelum harus check out dari hotel akhirnya kami memutuskan pagi itu untuk pergi berjalan-jalan ke seputaran toko di Orchard Road yang sangat terkenal, seperti Takashimaya dan lain-lain.

Ternyata kami datang kepagian, belum banyak toko yang buka, padahal waktu kami tidak lama lagi. Jadi kami berkeliling mencari toko yang sudah buka. Setelah menyadari waktu sudah mendekati jam 12 siang kami pun dengan tergopoh-gopoh kembali hotel, check out, lalu segera menuju bandara Changi. Di bandara di mana-mana terdengar suara orang berbicara dengan bahasa Indonesia, pada hijrah ke sini semua tampaknya hehe..Kesan-kesan pertama kali saya menginjakkan kaki di Singapura adalah bahwa orang Indonesia benar-benar terkenal sebagai tukang belanja nomor wahid di sini. Dan juga banyak sekali orang Indonesia yang bersekolah di sini. Intinya orang Indonesia benar-benar penyumbang devisa nomor satu buat negara ini. Di Singapura juga ada saya temukan orang bule yang menjadi supir taksi di sini, wah benar-benar pemandangan aneh buat saya. Entah apa pertimbangan si bule tersebut hingga mau turun derajat jadi supir taksi di Negara Asia , mungkin salary-nya lumayan juga kali ? :P

Sekian dulu kesan-kesan saya setelah menginjakkan kaki di Singapura, sekarang saya akan melanjutkan perjalanan ke Bangkok, Thailand.


----------------------------------------------Part 1, to be continued------------------------------------------

Senin, 04 Januari 2010

L E L A H.


Ku berlari mencari ke sana ke mari,
hanya lelah yang ku dapat

Entah apa yang kucari
bentuk tanpa rupa,

ataupun kata tanpa makna
Aku tak tahu harus mencari ke mana lagi,
hanya mengikuti ke mana arah angin berlari


( I still haven't found what I'm looking for,,,)