Kiki's photo album

Minggu, 18 Maret 2012

Let’s get lost : Japan ( Part 2 : Kyoto )

Setelah nyasar sekitar 30 menit  mencari stasiun subway dari Asakusa ke stasiun Shinagawa, akhirnya saya sampai juga di stasiun Shinagawa lebih sejam lebih awal. Kemarin saya sudah reserved tempat duduk di dalam kereta shinkansen, dengan jadwal sebagai berikut :

- Shinagawa --> Kyoto
3 Jan, jam 8 : 10 AM - 10 : 48 AM
kereta : HIKARI 463

Ketika masuk stasiun, tunjukkan pass JR kepada petugas, lalu lihat dan tanya lokasi kereta di jalur yang mana supaya tidak salah naik kereta. Menunggu shinkansen di stasiun benar-benar terasa dingin sekali bangkunya. Saya coba menghangatkan diri dengan membeli minuman hangat di vending machine.  Vending machine yang menjual minuman kaleng/botol di Jepang, tersedia dua pilihan, minuman hangat dan dingin. Rata-rata harga minumannya mulai dari 120 yen. Shinkansen Hikari 463 tiba tepat pukul     8 : 10 AM. Perjalanan ke Kyoto memakan waktu 3 jam, bisa tidur dulu nih. Di dalam shinkansen ada pramugari yang menjual makanan hangat dan Mcdonald. Ada juga vending machine yang menjual minuman. Kesampaian juga naik shinkansen ya.

Tepat pukul 10 : 48 AM, Shinkansen tiba di Kyoto. Stasiun Kyoto ini besar sekali, terdapat berbagai macam toko dan restoran. Saya segera mencari bagian informasi untuk turis, minta peta dan menanyakan petunjuk arah menuju J-Hoppers Kyoto Guest House. Petugas yang melayani di bagian informasi turis rata-rata adalah volunteer, para orang lanjut usia, kebanyakan nenek-nenek, ada juga orang bulenya. Jadilah saya dilayani dalam bahasa Jepang dan Inggris. Setelah mendapat petunjuk yang jelas, saya berjalan kaki menuju hostel, ternyata letaknya tidak jauh dari stasiun, hanya berjalan melewati 4 blok. Sampai di hostel, tepat pukul 11 siang, saat istirahat, jadi tidak ada petugas yang melayani. Sembari menunggu waktu istirahat selesai, saya numpang on line di komputer yang tersedia. Tak lama kemudian, travel mate saya Nasrul, datang dari Osaka. Setelah check in dan nitip tas, kami segera berangkat menuju halte bis. Kami akan keliling kota Kyoto dengan membeli Kyoto bis pass untuk sehari seharga 500 yen, yang dijual di Lawson dan di banyak tempat lainnya. Kalau tidak beli pass, maka sekali naik bis harus bayar 300 yen. Jadi ketika pertama kali naik bis, nanti kartu pass-nya akan dicap tanggal pada hari itu oleh supir bis. Jadi ketika mau naik bis lain, tinggal menunjukkan tiket bis yang sudah dicap tadi.

Tujuan kami yang pertama adalah menuju kuil Sanjusangendo. Kuil Sanjusangendo (Rengeo-in) awalnya dibangun oleh Taira no Kiyamori untuk pensiunan kaisar Go-Shirakawa di tahun 1164 dan didedikasikan untuk Kannon Bodhisattva. Candi ini memiliki aula besar yang berisi 1.001 figure Kannon diukir pada abad 12 dan 13.

Yang  utama dari Sanjusangendo Temple adalah 1001 patung para Buddha Bodhisattva Juichimen-Senju-sengen Kanzeon (sebelas kepala, seribu bersenjata, ribu bermata Kannon), biasanya hanya disebut Kannon. Seribu patung berdiri dari Kannon sebesar manusia, dan satu patung raksasa duduk ditempatkan di tengah disimpan di ruang candi. Di antara patung-patung berdiri, 124 dipahat pada abad 12 ketika candi ini didirikan, dan 876 sisanya dibuat pada abad 13 ketika candi itu direnovasi. Sayangnya di dalam kuil ini tidak diperbolehkan mengambil foto.

Sanjusangendo temple

Sanjusangendo temple



Sanjusangendo temple























Gion street
Tujuan berikutnya adalah hendak mencari makan siang di Gion street. Sayangnya kami datang ke Kyoto di momen yang kurang tepat, dikarenakan susah sekali mencari tempat makan yang buka karena rata-rata warung makan tutup karena libur tahun baru. Akhirnya setelah pusing-pusing mencari tempat makan yang buka ke sana kemari, ketemu juga restoran yang buka. Tak terasa entah berapa lama menghabiskan waktu mencari tempat makan, sambil menikmati keindahan dan keasrian Gion street, daerah yang terkenal akan Geisha-nya, yaitu wanita penghibur khas Jepang, dengan keahlian kesenian tradisional yang dimilikinya, untuk menghibur para tamu. Gion adalah kampung khas Jepang tempo dulu, yang dipertahanan keasliannya, dari bentuk rumah tradisionalnya yang terbuat dari kayu, jalan-jalannya yang terbuat dari paving blok, hingga karena banyak orang yang pergi berdoa ke kuil memakai kimono, semakin menambah atmosfir kesan tradisional yang begitu kental di daerah ini. Seperti di film-film Oshin tempo dulu saja. Benar-benar surga untuk pecinta fotografi. Begitu banyak spot , objek foto, momen, yang begitu sayang untuk dilewatkan begitu saja.
Gion street

Kota Kyoto yang tenang, ritmenya pelan, jauh dari hingar bingar hiruk pikuk kota besar seperti Tokyo atau Osaka, benar-benar membuat kita merasa seperti di kampung sendiri. Sejauh mata memandang, di mana-mana yang banyak terlihat adalah para orang tua lanjut usia, dengan kereta dorongnya, untuk menopang tubuh renta mereka yang sudah mulai membungkuk mengikuti gravitasi bumi, supaya bisa tegak berjalan, tidak kalah dengan yang muda. Iya benar, Kyoto adalah kota yang sesuai untuk para pensiunan, para lanjut usia yang mencari kedamaian dan ketenangan hidup. Namun yang saya salut dengan para manula ini adalah kemandirian mereka. Ketika teman saya Nasrul hendak menolong seorang nenek-nenek tua renta naik ke atas bis, nenek itu teriak, “ Dekiru…dekiru ”, saya bisa naik sendiri, tidak perlu dibantu !

Kyoto Tower
Sayangnya ketika kami hendak ke Kyomizu Dera Temple, sudah kemalaman. Sampai sana kuilnya sudah tutup. Dengan kecewa dan berat hati akhirnya kami pulang ke hostel, beristirahat sebentar, lalu ingin menelusuri keindahan kota Tokyo di malam hari (baca : nge-mall ) sambil mencari makan malam. Saya juga mulai merasa beku kedinginan sejak sampai di Kyoto, karena jauh lebih dingin daripada di Tokyo. Pusat perbelanjaan di Kyoto sentralnya di sekitar stasiun Kyoto. Begitu banyak pertokoan yang menjual berbagai macam barang yang menarik, seperti Uniqlo, toko yang menjual pakaian dan perlengkapan musim dingin. Toko-toko koper vintage yang modelnya keren-keren, namun harganya mahal sekali.  Restoran Jepang dengan display yang sangat menarik, sayangnya harganya tidak damai di kantong. Setelah selesai makan, kami hendak menuju Kyoto Tower di mana terlihat begitu indah sinar lampunya dari kejauhan. Letak towernya di bagian belakan stasiun Kyoto. Di atas menara Kyoto kita bisa melihat sekeliling kota Kyoto, dari istana Kaisar, kuil-kuil yang terkenal di Kyoto, dan land mark terkenal lainnya, menggunakan teropong. Tiket masuk ke menara Kyoto sebesar 600 yen. Kami adalah tamu terakhir di menara Kyoto, baru pulang ketika ruangan hendak dikunci. Kami terkejut ketika tiba-tiba bapak petugasnya mengucapkan “ Terima kasih”, sambil terseyum dan melambaikan tangan. Wah tau aja kita orang Indonesia ya ? Saya begitu merindukan kasur dan kamar  hangat setelah kaki rasanya mau copot karena berjalan tiada henti sejak menginjakkan kaki di Jepang. Kamar hostel di J-Hopper lumayan nyaman, cuma sedikit menguras tenaga, karena letak kamarnya di lantai 4 (gempor bo).
Kinkakuji 

Keesokan harinya kami berangkat pagi-pagi sekali dari hostel, karena saya keukeuh (ngotot) hendak mengunjungi Kinkakuji, kuil yang atapnya terbuat terbuat dari daun emas,  terlebih dahulu yang sangat tersohor akan keindahannya. Kuil Kinkakuji letaknya agak jauh dari tempat penginapan, sehingga karena berangkat kepagian, sampai sana loket tiket baru dibuka jam 9 pagi. Sambil menunggu, saya beli es krim Haagendaaz maccha hijau di vending machine, 130 yen. Padahal pagi itu hawanya dingin bukan main, tapi kapan lagi bisa ketemu Hagendaaz di jalan, jadilah makan es krim sambil nyaris beku kedinginan, brrrr.

Tujuan selanjutnya adalah Nara. Nara merupakan salah satu kota tua yang antik, penuh dengan peninggalan bersejarah, terdapat kuil-kuil Budha dan kuil Shinto yaitu Todaiji, Saidaiji, Kofukuji, Kasuga Shrine, Gangoji, Yakushiji, Toshodaiji dan istana Heijo dengan hutan Kasugayama, merupakan situs cagar budaya dunia UNESCO. Untuk informasi, shrine merupakan kuil untuk kepercayaan Shinto, dan temple adalah kuil untuk agama Budha.

Setelah drama salah turun stasiun, terdamparlah kami di stasiun antah berantah, menungu kereta selanjutnya hampir satu jam lamanya dengan nyaris beku kedinginan, mana sarung tangan hilang sebelah karena tertinggal di kereta karena turun terburu-buru. Rasanya seperti mau mati kedinginan deh tangannya tanpa memakai sarung tangan. Menunggu kereta di stasiun saat musim dingin benar-benar menyiksa sekali dinginnya deh. Kyoto – Nara kurang lebih satu jam perjalanan dengan kereta.

Karena mengejar waktu, kami hanya akan mengunjungi Todaiji temple, kuil yang paling terkenal di Nara, karena merupakan bangunan terbesar di dunia yang terbuat dari kayu, di mana di dalamnya terdapat patung Budha yang sangat besar sekali, setinggi 15 m, yang terbuat dari perunggu, yang dikenal dengan nama Daibutsu (大仏). Di taman depan pintu masuk kuil Daibutsu banyak terdapat rusa, yang dianggap sebagai hewan suci , karena sebagai pengantar pesan dari dewa dalam kepercayaan Shinto. Entah kenapa saat kami hendak keluar dari kuil Todaiji, tiba-tiba muka ini rasanya beku sekali, kebal seperti disuntik mau cabut gigi. Ternyata tak lama kemudian turunlah bintik-bintik salju. Pantas saja tiba-tiba hawanya dingin sekali dan muka membeku seperti berada dalam freezer. Ini kali pertama saya merasakan hujan salju, benar-benar pengalaman yang tak terlupakan.

Daibutsu at Todaiji
Setelah berkeliling menikmati keindahan taman di sekitar kuil Todaiji , kami pun segera menuju stasiun Nara, hendak pulang kembali ke Kyoto. Namun lagi-lagi drama nyasar terjadi, karena stasiun Nara namanya mirip-mirip semua, salah turun stasiun. Ketika jalan kaki, malah tambah nyasar ke sana kemari mencari stasiun. Akhirnya setelah memecahkan misteri di mana letak stasiun Nara berada, kami segera menanti kereta kembali ke Kyoto. Setiba di Kyoto, kami segera mencari makan, akhirnya memilih Mcdonald. Mcd Jepang beda seperti Mcd di Indonesia, tidak ada nasi, hanya kentang, burger atau ayam saja. Saosnya harus minta ke pelayan. Karena tempat duduk penuh, akhirnya saya dan teman saya duduk terpisah. Tapi ternyata ada seorang ibu-ibu yang menawarkan tempat duduknya kepada saya, supaya saya bisa duduk dekat teman saya. Ini yang kedua kalinya, karena saat duduk di bis menuju kuil Kinkakuji di Kyoto, kami juga duduk terpisah, namun saya juga ditawarkan pindah bangku oleh seorang ibu-ibu supaya bisa duduk lebih dekat dengan teman saya. Bahkan ada ibu-ibu yang ngasih petunjuk arah menuju Kyoto tower, tanpa kami minta. Kirain orang Jepang cuek-cuek, ternyata ada juga yang perhatian sampai segitunya.

Selesai makan kami mencari toko semacam Daiso, yang menjual pernak pernik murah meriah, dan barang-barang lucu lainnya yang banyak terdapat di pusat perbelanjaan di stasiun Kyoto. Selesai belanja, saya mengambil tas backpack yang dititipkan di penginapan setelah check out. Saya dan teman saya pun berpisah, saya naik shinkansen menuju Osaka tengah malam sendirian, dan travel mate saya pergi ke Tokyo naik bis malam Willer (lebih murah tiketnya daripada Shinkansen), dan bermalam di bis (dah kaya program TV koper dan ransel ajanih).

Berikut adalah ringkasan tempat-tempat yang saya kunjungi selama di Kyoto dan Nara :

1. Sanjusangedo : kuil dengan seribu patung Budha. Sayang dilarang mengambil foto di dalam kuil.
2. Gion street, kampung dengan rumah tradisional Jepang dan banyak terdapat Geisha di dalamnya
3. Kyomizu Dera Temple : kuil di atas bukit
4. Kinkakuji : kuil beratapkan daun emas
5. Kyoto Tower , pas malam hari terlihat bagus karena banyak lampu. Dari atas menara bisa melihat seluruh    kota Kyoto melalui teropong. Tiket masuk : 770 yen
6. Nara
7. Todaiji temple : Di kuil ini terdapat patung Budha yang sangat besar sekali, setinggi 15 m yang terbuat dari perunggu. Merupakan kuil  terbesar di Jepang. Tiket masuk 500 yen.
8. Pusat perbelanjaan di Sekitar stasiun Kyoto : Uniqlo, Daiso, toko 3 koin seratus yen
ice cream vending machine