Kiki's photo album

Kamis, 03 November 2011

Wisata Bandung tempo doeloe














"Haredang pisan" atau dalam bahasa Indonesia artinya adalah panas banget, itulah kata yang pertama saya ucapkan ketika menginjakkan kaki ke daerah kota tua-nya Bandung. Perjalanan wisata keliling kota tua Bandung kami bermula dari gedung Merdeka, yang letaknya bersebelahan dengan gedung Konfrensi Asia Afrika yang sangat bersejarah. Dari gedung Merdeka kami segera bergegas menuju hotel Savoy Homan, yang merupakan salah satu hotel tertua di Bandung yang dibangun pada masa penjajahan kolonial Belanda. Setelah mengagumi arsitektur hotel tersebut, serta sambil mendengarkan penjelasan mengenai sejarah didirikannya gedung tersebut oleh pemandu wisata kami yaitu mas Ridwan Hutagalung yang merupakan seorang yang bukan orang Bandung asli, tapi sangat peduli dengan Bandung heritage, kami pun terus melanjutkan wisata kami menelusuri jalan Braga yang dipenuhi oleh bangunan tua yang sangat bersejarah. Persis di depan hotel Savoy Homan, terdapat sebuah tugu yang sangat prestisius, yaitu patok berupa tugu yang merupakan penanda "0" kilometer. Dari namanya kita tahu bahwa monumen tersebut menjadi titik tolak ukur untuk mengukur jarakBandung - Cileunyi = 18 km, Bandung - Padalarang = 18 km, Bandung - Jakarta, Bandung - Bogor dan sebagainya. Lalu kita melanjutkan perjalanan menuju Grand Hotel Preanger, di mana pada bangunan hotel tersebut banyak terdapat ornamen arca serta dibuat dari batu Candi yang absolut. Perlu diketahui pula, bahwa pada bangunan ini terdapat sebuah lampu yang bahan bakarnya berasal dari gas alam. Pada zaman dahulu kala apabila dari kejauhan alias Bandung pinggiran dan apabila kita melihat pijar lampu yang menyala dari Hotel Preanger, itu menunjukkan bahwa waktu sudah menunjukkan waktu magrib.Namun sayang sekali karena perkembangan zaman, telah banyak terdapat perubahan pada bangunan di sekitar bangunan hotel, yang menutupi bangunan tersebut, maka nyala lampu pijar itu tidak dapat kembali berfungsi sebagaimana aslinya, yaitu sebagai penunjuk waktu. Rombongan tur pun melanjutkan perjalanan, melewati sebuah toko apotik kimia farma, yang dulunya merupakan toko mebel dan interior, dimana pemiliknyalah yang mempopulerkan istilah "Parijs van Java" dalam mempromosikan dagangannya. Pas di seberang terdapat Gedung Merdeka yang merupakan bagian dari Musium Konferensi Asia - Afrika. Dulunya gedung ini merupakan tempat pertunjukan kesenian bagi kalangan elit kota Bandung. Bentuk Arsitektur bangunan di sekiar Braga yang punya ciri khas desain Art - Deco menarik para pembelajar arsitektur untuk mempelajari desain bangunannya . Seperti yang kita lihat pada gambar ada beberapa mahasiswa jurusan Arsitektur ITB yang sedang asyik menggambar bangunan Bank Jabar menggunakan pinsil dan kertas. Sungguh pemandangan yang mengasikkan. Banyak sekali bangunan bersejarah lainnya di sepanjang jalan Braga. Misalnya bioskop Concordia, yang merupakan satu-satunya hotel yang sangat mewah pada zamannya karena hanya boleh dikunjungi oleh orang - orang Eropa saja, bahkan di sana terdapat sebuah plakat pengumuman yang bertuliskan "verboden voor honden en inlander" yang artinya "anjing dan pribumi dilarang masuk". Sebenarnya masih banyak sekali bangunan bersejarah di sekitar Braga yang bisa kita pelajari sejarahnya. Ada beberapa bangunan tua yang kini seperti tidak bertuan, dari luar tampak kokoh tapi bagian dalam sudah rusak parah, bahkan ada pepohonan ygn tumbuh di dalam ruangan. Ahirnya perjalanan wisata kami berakhir di restoran yang mejual berbagai penganan yang dikemas dalam berbagai bentuk yang menarik dan mencoba kopi khas buatan sana yang cukup digemari oleh pengemar kopi asli. Sekian cerita dari tanah Parahyangan.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar