Kiki's photo album

Jumat, 12 Februari 2010

Antara Bangkok dan Pattaya aku jatuh bangun




So next destination is Bangkok, Thailand. Di atas pesawat sempat diminta tolong oleh seorang wanita muda dengan anaknya, yang berasal dari Batam. Saat mengisi kartu untuk data imigrasi Thailand, dia mengalami kesulitan, lalu minta tolong sama saya karena dia bilang , “Saya nggak bisa bahasa Inggris mbak!” ok lah kalau begitu (dan selanjutnya bukan sekali dua kali ini saja ada orang yang minta tolong diisin kartu imigrasinya...)





Next destination : Bangkok, Thailand (Suvarnabhumi Airport)

Akhirnya sampailah kami di Suvarnabhumi Airport Thailand yang masih baru dan megah. Arsitekturnya benar-benar keren, seperti bangunan minimalis tapi dalam skala besar. Di imigrasi kami disambut oleh para petugas yang bermasker anti-firus-flu-burung-ria. Jutaan orang yang dating ke Thailand, maka antisipasi atas penyebaran virus flu burung ini begitu ketatnya. Petugas imigrasi di Suvarnabhumi seperti di Changi, welcome juga. Cuma alatnya lebih canggih, mungkin karena masih anyar keneh (nambah lagi deh cap di paspor hehe). Bandara Suvarnabhumi, termasuk salah satu bandara yang terbagus terus rekornya dikalahkan oleh bandara di Abu Dhabi (?). Maintenance di sini cukup bagus, bisa kita lihat juga di toiletnya yang bersih seperti di Changi dan ternyata masih ada WC jongkok, seperti layaknya toilet di beberapa negara Asia lainnya. Di bandara ini juga terdapat layanan internet gratisan, dan bentuk touch pad mouse-nya yang unik, yaitu hanya berupa 4 buah tombol yang ditekan ke atas-bawah-kiri-kanan, sungguh membuat kami saya kesulitan karena tidak terbiasa menggunakannya. Dari bandara kami memutuskan untuk menggunakan jasa travel agen di tourism center untuk mengantar kami berkeliling ke Grand Palace dan berkeliling kota Bangkok pada esok paginya. Kami menggunakan taksi menuju hotel Baiyoke Suite dan mencoba menerangkan tempat tujuan kami kepada supir taksi yang ternyata tidak bisa ber- bahasa Inggris. Wah apa yang kami takutkan pun terjadi, semoga saja kami bisa sampai hotel tujuan tanpa nyasar. Pemandangan kota Bangkok di malam hari mirip seperti Jakarta yang hiruk pikuk dengan segala kemacetannya, kekumuhannya tapi ada kereta semacam MRT-nya yang menjangkau seluruh sudut di kota Bangkok ini yang sangat memudahkan bagi para turis asing seperti kami ini (sayang selama di sana saya sama sekali tidak bisa naik MRT-NYA karena waktu yang tidak cukup). Pemerintah Thailand benar-benar siap mempersiapkan transportasi yang sangat memadai dan mudah dijangkau serta aman, tidak heran banyak dikunjungi oleh para wisatawan asing dari berbagai penjuru dunia. Pemandangan orang bermasker sangat banyak dilihat di sini. Akhirnya setelah perjalanan panjang dan macet , sampailah kami di hotel. Setelah check in, ternyata di sana ada pusat informasi turis, dan dari hasil browsing, saya memutuskan untuk memaksakan diri menonton pertunjukan Siam Niramit, yaitu pertunjukan budaya Thailand yang dikemas secara high tech dan informatif sehingga merupakan salah satu tontonan budaya world class, yang wajib ditonton. Ternyata harga tiketnya sangat mahal, yaitu sebesar 1,500 baht (termasuk transportasi mobil balik ke hotel) dan tanpa makan malam, karena nambah mahal lagi kalau termasuk makanan. Karena sudah jauh-jauh ke Bangkok, dan rasanya sayang kalau tidak menonton acara ini akhirnya saya dan Dilla memutuskan untukmembeli tiket acara ini. Akhirnya dengan perut keroncongan dan dalam waktu kurang dari setengah jam saya dan Dilla mempersiapkan diri sebelum berangkat menonton pertunjukan Siam Niramit, karena mbak Nia, mengeluh tidak enak badan, akhirnya kami hanya pergi berdua. Saya hanya berdoa semoga kami bisa menonton tepat waktu. Ternyata perjalanan menuju tempat pertunjukannya lumayan jauh dari hotel, dab akhirnya sang supir yang bisa berbahasa Inggris dengan fasih, mencari jalan tikus dan kami sampai tepat pada waktunya. Namun si Mr. Sutee, sang supir tersebut sempat mengatakan bahwa kami akan dijemput kembali apabila pertunjukan sudah selesai, dan apabila dia idak bisa menjemput, saya disuruh naik taksi saja, dan nanti uang akan dikembalikan ! wow,, dengan memelas saya bilang bahwa kami bisa nyasar kalau tidak dijemput kembali. Waduh ternyata si bapak cuma bercanda saja,,ampun deh,,tega banget si mister,,
Walaupun tiket menonton Siam Niramit menguras habis uang saya, namu ternyata worth it banget, tontonannya benar-benar menarik, yaitu menjelaskan sejarah berdirinya negara Siam, dan negara-negara tetangganya seperti Kamboja, Laos, Myanmar dalam bentuk tari-tarian, nyanyian, yang live, yang dikemas secara apik oleh para penari profesional dan baru kali ini saya berkesempatan melihat pemuda pemudi Thailand yang cakep-cakep dan menarik dan saya juga mencari-cari apakah ada Ladyboy (waria) di sini. Karena seperti apa yang kita ketahui, bahwa adanya anak lelaki yang mempunyai kelainan seksual alias kemayu, dalam suatu keluarga adalah suatu berkah buat mereka, dan dianggap suatu kebanggan. Dan yang paling berkesan adalah efek panggungya yang menggunakan teknologi tingkat tinggi, bayangkan saja, di atas panggung yang tadinya digunakan para pemain untuk beratraksi, tiba-tiba bisa keluar air mancur, lalu dari bawah panggung keluar kolam yang menyerupai sungai di mana ceritanya ada kapal besar yang melintas di atas panggung tersebut. Wah ini benar-benar keren sekali, pasti dibutuhkan maintenance yang tingi untuk mempersiapkan peralatan seperti ini, wajar saya tiket nontonnya mahal sekali. Gajah pun bergerak dengan leluasa di atas panggung. Koreografi tariannya keren sekali, sayang tidak boleh memotret, saya juga hanya bisa curi-curi moto menggunakan kamera handphone. Setelah pertunjukan selesai, tidak lupa berfoto-foto dengan para artis pendukung acara tersebut. Dan saya dengan harapa-harap cemas mencari-cari apakah supir tadi, Mr. Sutee benar-benar meninggalkan kami sendiri di sana atau tidak, syukurnya tidak sih. Waduh selera humornya benar-benar aneh nih bapak.Wuidih ternyata kami benar-benar kelaparan, si Mr. Sutee menyarankan apabila kami mencari makanan halal, bisa pesan di restoran hotel. Namun setelah sampai hotel ternyata restoran sudah tutup, akhirnya kami pergi ke mini mart seven eleven terdekat lalu beli burger di sana.
Tadi waktu di pesawat, saya sempat membeli nomor lokal, namun ternyata kartunya tidak bisa tersambung ke mana-mana, sayang sekali. Hotel Baiyoke berlokasi di tengah-tengah pasar, dan kami berada di ketinggian lantai 20 sekian (lupa euy!). Namun ketika kita lihat keluar jendela, -nya benar-benar keren sekali. Cuma saya tidak tahu apakah kami diizinkan naik sampai roof top buat hunting foto di sana, akhirnya karena sudah sangat letih saya pun tidak lama kemudian jatuh tertidur. Esok harinya kami pun pergi sarapan ke restoran di lantai atas, ternyata restorannya hampir seluruh dindingnya adalah kaca. Benar-benar pemandangan yang spektakuler, kita bisa melihat ke seluruh penjuru kota Bangkok dengan leluasa dan jelas sekali. Wah coba kalu tadi malam saya foto rooftop dari sini, pasti bakal dapat view yang bagus sekali (nyesel banget deh !). Setelah puas menyantap makanan buffet yang lezat, kami pun menunggu djemput olah orang travel yang akan mengantar kami menuju Grand Palace (Istana Kerajaan) dan berkeliling Bangkok sebentar saja, karena siangnya sudah harus menuju Pattaya, yang jaraknya kurang lebih 2 jam dari Bangkok. Ternyata penjemput kami datang tepat waktu dan kami segera diantar menuju Grand Palace yang sangat tersohor, Grand Palace tadinya merupakan kediaman resmi Raja Thailand, namun sekarang digunakan untuk upacara kenegaraan dan untuk urusan pemerintahan saja. Di sana banyak terdapat kuil emas dan patung Budha raksasa yang megah. Tiket masuk ke Grand Palace sebesar 350 baht, dibuka dari pukul 08.30 am-3.30 pm. Setelah puas berkeliling Grand Palace sambil mendengarkan penjelasan dari guide tour kami,akhirnya kami pun melanjutkan perjalanan untuk makan siang. Kali ini makan siangnya diajak makan yang mudah-mudahan halal, yaitu makan ayam goreng dengan bawang goreng yang harum sekali wanginya yang kedainya berada di pingir jalan. Setelah puas menyantap ayam dan nasi seharga kurang lebih Rp 12,000.-, kami pun “dipaksa“ mengikuti keinginan sang guide tour untuk masuk ke dalam beberapa toko perhiasan dan bahan pakaian yang rupanya sudah bekerja sama dengan turis agency di sana supaya tokonya dikunjungi oleh para pelancong seperti kami ( sepertinya byk turis agency di sana cara kerjanya seperti ini). Setelah keluar masuk toko, karena waktu yang tidak memungkinkan untuk mengunjungi pasar Chatuchak untuk mencari barang murah, dan juga tidak sempat naik perahu di sungai Cao Phraya, dll ( tadinya saya mengagendakan mengunjungi semua tempat tadi serta ke Wat Pho di mana ada patung Budha besar, musium boneka Bangkok, Dream world, Srinthip, Khao San Road, pusat backpacker, hingga Chiang Rai, golden triangle Laos – Myanmar, sayang sekali waktu tidak cukup :p) akhirnya kami pun segera melanjutkan perjalanan menggunakan mobil sewaan menuju Pattaya.
Selama di perjalanan, sang supir menawarkan aneka ragam bentuk wisata di Pattaya, dari menonton Show Cabaret ( Ladyboy/waria) yang lumayan mahal juga, kalau tidak salah sekitar 600 baht ( sayang uang saya sudah habis untuk menonton Siam Niramit, jadinya nggak nonton Tiffany deh) hingga pertunjukan seronok show gadis-gadis (Ladyboy ?) Thailand berbikini ! (wow!), dia nggak nawarin sih, tapi saya lihat foto-fotonya dari kumpulan brosur dan panflet wisata di Pattaya yang dia berikan :p. Karena selama di Bangkok tidak sempat mencari toko yang menjual cinderahati khas Thailand, akhirnya kami memutuskan diantara jadwal yang padat ini untuk berbelanja di Pattaya. Dan akhirnya kami pun diantar sang supir ke salah satu toko yang besar dan lengkap. Setelah menghabiskan uang yang tersisa (saking kehabisan uang, CC-nya mbak Nia yang tadinya sudah digunting, disambung kembali untuk membayar belanjaan ! ). Kok ke Pattaya, bukan ke Phuket saja ? sebenarnya saya memilih ingin pergi ke Phuket karena ngiler sama The Beach-nya Leo. Karena mbak Nia sebelumnya sudah ke Phiphi island, makanya dia memilih pergi ke Pattaya. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan menuju hotel Pattaya Discovery Beach, yang berbintang 4 (gaya euy !). Hotel ini masih baru, bergaya minimalis, anyar keneh, bau cat pun masih tercium harum. Mungkin karena masih baru maka kami dapat harga yang lebih murah dibandingkan dengan hotel Baiyoke di Bangkok. Seperti biasa, yang daftar 2 orang, tapi yang tidur 3 orang. Jadi harus bayar extra tambahan 1 orang untuk menikmati sarapan pagi buffet yang menunya lengkap sekali (mahal juga sih sekita 200 ribu rupiah jatuhnya, hiks,,). Setelah bersih-bersih, menjelang malam kami pun mencari makan. Ketika naik lift, ternyata bertemu dengan tamu hotel yang berasal dari Surabaya ! jauh-jauh ke Pattaya sama Bangkok, ketemunya orang Indonesia juga hehe :p. Karena tidak lengkap rasanya kalau belum mencoba Tom Yam Kun khas Thailand, akhirnya kami memesan itu di restoran depan hotel. Sungguh nikmat sekali ternyata, rasa asam daun jeruk menambah wangi tom yam yang gurih dengan bumbu yang sangat spicy. Setelah menikmati makan malam, kami tadinya mau berjalan-jalan di sekitar pantai, yang ternyata sedikit reman-remang dan dipenuhi oleh bule yang mabuk, seperti suasana di pantai Kuta, Bali saja. Kami pun urung pergi berjalan-jalan, akhirnya kembali ke hotel, dan mencari internet gratisan. Esok paginya kami tadinya mau mengejar matahari terbit, namun sayang sekali hujan turun tiada henti dari semalam, akhirnya kami menunggu hujan berhenti sampai jam 9-an. Setelah cuaca cerah, kami pun memutuskan pergi ke pantai persis di depan hotel. Ternyata pantainya kecil dan pendek sekali, aduh kami sungguh kecewa. Kata orang yang menyewakan perahu, kalau mau ke pantai yang bagus, harus naik perahu ke pulau Koh Larn. Sewa speed boat seorang sekitar 300 baht (? Lupa euy !). Akhirnya setelah mentok menawar semurah mungkin, kami pun dilengkapi dengan life jacket, segera menaiki speed boat yang kecil tersebut. Karena harus kembali ke hotel jam 11 sebelum check out, maka sang supir speed boat mengendarai speed boatnya seperti dikejar setan, alias kenceng banget, hingga bujur (pan*at) rasanya sakit sekali karena kapal sering menabrak ombak yang besar. Mudah-mudahan kami pulang pergi selamat, doa saya dalam hati karena tidak yakin melihat speed boat yang melaju kencang. Akhirnya tibalah kami di pulau Koh Larn, yang ternyata pantainya merupakan tempat wisata olah raga air. Lagi-lagi kami kecewa, karena berharap bisa mendapatkan pulau yang pantainya masih perawan dan bagus buat objek foto namun sayangnya hal itu tidak kami temui di sana. Akhirnya sambil melepaskan penat akhirnya kami turun ke pantai, dan berfoto narsis untuk mengobati kekecewaan. Dan karena harus segera kembali ke hotel, kami hanya menghabiskan waktu sekitar 20 menit di sana dan segera kembali ke hotel. Setelah check out dari hotel, kami dijemput kembali oleh mobil yang kemarin mengantar kami dan segera menuju kembali ke bandara Suvarnabhumi, Bangkok, yang jaraknya berada di tengah-tengah antara Bangkok – Pattaya, yang juga memakan waktu 2 jam perjalanan.. Ternyata di gang kecil samping hotel banyak terdapat ladyboy kelas taman lawang (serem-serem bo soalnya!) yang sudah mangkal siang-siang bolong. Dan saya yang sigap dengan kamera di tangan segera memotret para waria yang langsung buang muka dengan muka jutek ketika saya foto..maaf mbak eh mas ! Ternyata kami terlambat sampai airport ! harap-harap cemas ditinggal pesawat ke Singapura, ternyata pesawatnya delay 2 jam ! Alhamdulillah, kami tidak jadi ketingalan pesawat untuk kembali ke Singapura.

-------------------------------part 2, to be continued-------------------------------

Kamis, 11 Februari 2010

Traveling perdana antara Jakarta - Singapura


My travel itinerary

1st day - 2nd day

JakartaSingapore

Flight : Wed Sep 23th, 2009. 11.20 -14.00 hrs (Air Asia)

This was my 1st journey going abroad. Ini adalah kali pertama saya pergi traveling ke luar negeri ( dengan uang tabungan setelah bekerja sekian lama,,hiks,,). Rencana perjalanan ini sangat dadakan, karena rencana sebelumnya adalah pergi ke Malang pada saat libur lebaran. Namun karena mendapat ajakan super mendadak ikut serta traveling dari Mbak Kurnia (teman les di Japan Foundation) ke Singapura-Bangkok-Pattaya-Singapura-Batam (total 5 hari), dengan harga tiket dan akomodasi yang menurut saya lumayan sepadan dengan apa yang akan didapat (sayang waktu itu belum mengerti tips dan trick ala backpacker), dua hari setelah lebaran, maka persiapannya agak sedikit giri-giri (terburu-buru), hanya dalam waktu kurang dari 2 minggu pesan tiket pesawat, penginapan, membuat itinerary (sebenarnya hanya berupa print-print-an tempat wisata yang saya temukan dari browsing) perjalanan di semua Negara yang dituju (modal googling doang), tak lupa menyiapkan uang saku yang akan ditukar ke mata uang dollar Singapura dan baht. Saya memang sudah bikin paspor pada bulan Mei 2009, karena sudah tahu ada peraturan baru bahwa apabila sudah mempunyai kartu NPWP, maka kita bisa dibebaskan dari keharusan membayar fiskal sebesar 2,5 juta rupiah, tentu saja ini merupakan suatu kesempatan yang bagus sekali bagi saya untuk memulai berpetualang di negeri orang. Oleh karena itu saya dan teman saya sudah merencanakan perjalanan keluar negeri yang pertama kalinya buat saya ke Malaysia pada bulan Desember ’09 (sudah booking tiket pesawat dari 6 bulan sebelumnya). Namun Tuhan berkehendak lain. Cap pertama Negara asing di paspor saya ternyata adalah di Imigrasi Singapura. Sedikit H2C (harap-harap cemas), karena ditakut-takuti akan bahaya virus flu burung yang sedang menjangkiti beberapa negara di Asean. Setelah sempat berkonsultasi dengan beberapa orang teman, apakah sebaiknya suntik vit. C di rumah sakit atau minum vitamin tertentu supaya aman dari bahaya virus, akhirnya diputuskan jangan minum atau menyuntikkan obat apapun karena takutnya malah bermasalah saat di imigrasi karena ada detektor yang bisa melacak suhu tubuh manusia apakah panas (bisa diduga sedang terjangkit virus) atau tidak di imigrasi. Ya sudah Bismillah saja deh. Karena ini kali pertama saya ke luar negeri, I’m totally blind. Benar-benar hanya mengekor teman saya mbak Nia dan Dilla, sepupunya yang masih SMU yang sudah berpengalaman pergi ke luar negeri.

Akhirnya tibalah waktunya pada hari keberangkatan. Kami semua bertemu di terminal 2D Soekarno Hatta. Ini adalah kali pertama saya bertemu dengan Dilla, sepupunya mbak Nia, yang ternyata seorang gadis manis berjilbab keturunan arab yang masih SMU ! Sedangkan mbak Nia adalah seorang wanita yang sudah cukup matang di usianya, sudah lumayan lama saya kenal di tempat kursus Japan Foundation, dan dia juga sudah banyak pengalaman pergi ke luar negeri. Dengan berbekal print-print-an tiket pesawat kami pun masuk ke dalam terminal keberangkatan. Lalu mengantri di counter armada pesawat yang akan kami naiki. Sebelumnya kami harus membayar pajak airport sebesar Rp 150,000.-. Saya hanya berbekal tas ransel di punggung, serta tas tenteng sedang yang berisi pakaian untuk perjalanan selama 5 hari, serta tidak lupa membawa tripod kemanapun saya pergi (dan cukup merepotkan tentunya), walhasil bawaan saya adalah yang paling banyak, karena kamera saya saja sudah banyak makan tempat. Setelah selesai registrasi ulang, kami pun segera menuju loket NPWP. Dikarenakan saya belum punya kartu NPWP yang kecil, jadi bermodal fotocopy-an surat NPWP yang berbentuk kertas lembaran A4, saya pun terbebas dari keharusan membayar fiskal. Selepas dari loket NPWP, kami pun bergegas menuju ke pemeriksaan imigrasi. Nah pas sampai ke pemeriksaan tas terakhir dekat ruang boarding, minuman botol mineral kami pun disita, harus diminum habis saat itu juga atau dibuang, karena tidak boleh dibawa masuk ke dalam pesawat. Oh well, untungnya masih ada botol minuman saya yang lolos pemeriksaan. Masih dalam suasana lebaran dan ini kali pertama saya akan pergi jauh dari rumah, benar-benar suasana yang berbeda. Dalam ruang tunggu dipenuhi para calon penumpang, saya pun mulai berdiskusi bersama teman teman trip seperjalanan, nanti mau ke mana saja. Ternyata teman-teman saya, walaupun sudah pernah pergi ke negara yang akan dikunjungi, tidak siap dengan itinerary-nya,,owalah, untung saya masih sempat browsing tempat-tempat menarik yang jadi tempat tujuan wisata di sana. Jadi berbekal print-print-an hasil browsing, kami pun membuat plan A plan B, akan mengunjungi tempat apa saja nanti. Akhirnya tibalah waktu boarding masuk ke dalam pesawat, saya pun berdoa semoga perjalanan saya selama 5 hari ke depan tidak akan mengalami kendala apa-apa, soalnya teman-teman saya perempuan semua. Karena naik pesawat kelas “ekonomi“, kami pun tidak dapat makan siang. Kami pun beli makanan di atas pesawat. Ya lumayanlah rasanya dengan harga kurang lebih Rp 27,000 ribu rupiah, sesuai ekspetasi. Karena di Singapura sedang ada event F1, maka ada undian konser tiket musik F1 yang mahal sekali. Beruntunglah seseorang yang bisa mendapatkan golden tiketnya di kantong tempat duduknya di pesawat. Tak terasa kurang lebih setelah satu jam perjalanan, pesawat akan mendarat di bandara internasional Changi, Singapura. Kami pun mulai mencocokkan jam tangan dengan waktu setempat yang satu jam lebih awal daripada waktu WIB. Alhamdulillah selepas pesawat landing dengan selamat, kami pun segera menuju pemeriksaan imigrasi. Wow ini adalah cap pertama negara lain di paspor saya. Setelah disambut dengan ramah oleh petugas imigrasi setempat, dan lolos dari pemeriksaan imigrasi (Alhamdulillah), saya pun asyik menikmati pemandangan di airport ini. Changi merupakan salah satu dari airport tersibuk di dunia, karena banyak juga pesawat ke Eropa dan lain-lain yang transit di sini. Saya pun asyik menikmati layanan internet online-nya yang gratis dan aksesnya lumayan cepat walau harus ganti-gantian antri. Di bandara juga tersedia tap water, yaitu air dari kran yang bisa diminum langsung. karena airnya sudah matang. Setelah itu kami segera menghubungi kawan mbak Nia yang tingal di Singapura, yang katanya akan menjemput kami selepas ketibaan kami di bandara Changi . Namun setelah satu jam lebih kami tidak berhasil menghubungi temannya tersebut, akhirnya kami naik taksi menuju hotel YMCA di Orchard road, tempat kami menginap semalam. Hotelnya termasuk bintang 3-4 ? hotel lama, tapi lumayan bersihlah. Satu kamar didaftarkan untuk 2 orang, padahal orangnya bertiga (ngirit.mode on). Jadi yang satu orang tidak kebagian sarapan pagi di restoran hotel yang berupa roti bakar. Saking parno-nya kami karena harga makanan di Singapura mahal-mahal, saya membawa bekal nasi, setoples rendang dan kripik kentang buatan bunda Uti (love u bun,, :”>) yang syukurnya rendang saya tidak disita di imigrasi. Tak lupa kami membawa banyak popmie dan bubur instan (yang akhirnya malah tidak kemakan semua! Berat-beratin doang, hehe). Ternyata sopir taksi di sana ramah-ramah juga ya. Pas naik taksi, seperti biasa sopirnya bertanya sama saya , “Where are you come from ?”, saya bilang saya dari Indonesia. Oh saya kira kamu dari Vietnam atau Thailand ! wew,,Akhirnya diapun bicara pakai bahasa melayu,,fiuh thanks God, soalnya tadi dia nanya rute jalan yang mau kita pilih lewat mana soalnya sedang ada persiapan buat F1, jadi jalanan banyak yang ditutup,,Terus terang tidak ngudeng waktu dia nanya mau lewat jalan PIE ? ECP (?) menuju kawasan Orchard dalam English. Tadinya si supir yang beretnis Chinese ini memutar saluran radio berbahasa mandarin, terus karena tahu kami orang Indonesia, dia pun mengganti saluran radionya ke radio berbahasa melayu. Ternyata pas adzan Ashar pun dikumandangkan di radio, wah ini yang tidak pernah saya dengar di Jakarta. Sepanjang jalan menuju pusat kota, mata kita dimanjakan oleh pemandangan berbagai jenis pohon hijau serta kembang tanaman berwarna warni yang ditanam di sekeliling pembatas dan di pinggir jalan.

Welcome to Singapore ! Sepanjang jalan banyak terdapat apartemen dan flat, nyaris tidak ada rumah tinggal yang seperti rumah kita pada umumnya, karena harga tanah di sana mahal, jadi orang –orang tinggal di apartemen /flat. Saya perhatikan juga banyak orang yang memasang bendera kebangsaannya di tempat tinggalnya masing-masing (hal ini juga banyak saya jumpai ketika berkunjung ke Malaysia). Katanya sih karena persaingan etnis di sana lumayan besar, jadi mereka menunjukkan kecintaan mereka kepada negaranya dengan cara seperti itu. Pusat kota Singapura tidak beda jauh seperti jalan protokol di Sudirman. Namun bedanya di sana tidak ada orang yang berjualan di pinggir jalan. Kalau soal sampah, ada juga kok saya temukan sampah di jalan , mungkin sampah dari turis yang memang jorok sepertinya. Kan seperti yang biasa kita dengar bahwa di sini tidak boleh buang sampah sembarangan, tidak boleh makan permen karet blablabala., ketat gitu deh peraturannya. Akhirnya sampai jugalah kami di hotel YMCA, Orchard. Hotel lama, namun bersih. Supir taksi yang baik itupun menolak uang recehan kekurangan pembayaran taksi, “ simpan saja” katanya, hehe. Setelah beres-beres kami pun segera bergegas, karena saya ingin berfoto ria di patung Merlion yang ada di pulau Sentosa (bukan yg di Esplanade, salah informasi hiks !). Kami pun berencana ingin pergi ke sana naik MRT saja. MRT (Mass Rapid Trans) adalah semacam kereta ekspres di Singapura, yang ada tiap 5 menit. Harga tiketnya kurang lebih 1-3 SGD, tergantung lokasi tujuan. MRT adalah salah satu sarana transportasi umum utama di Singapura selain bis. Stasiun MRT di sana benar-benar bagus, bersih, dan terawat. Kalau anda tinggal lebih lama di Singapura, mungkin bisa langsung beli tiket terusan, jadi tidak usah beli tiket cash, hanya tinggal gesek kartu abodemen saja bisa naik MRT. Dan dimulailah petualangan kami bernyasar ria dan bertanya kepada orang –orang setempat, bagaimana cara mencapai stasiun MRT, dengan bahasa English melayu dan bahasa tarzan tentunya, dengan segala kebodohan kami mencari stasiun MRT yang ternyata berada di bawah tanah di daerah Orchad, yang masuknya bisa juga nembus dari Mall of Singapura. Soalnya walaupun mbak Nia sudah pernah ke Singapura, dia belum pernah naik MRT,,,oh well,,ok lah kalau begitu, benar – benar seperti turis nyasar keluar masuk stasiun MRT, bingung cara beli tiketnya yang pake mesin otomatis hingga setiap kali diajarin sama setiap orang yang kami mintai tolong. Syukur deh semua orang yang kami tanyai mau ngajarin bagaimana cara membeli tiket, menukar uang 50 SGD dengan recehan pecahan 1 – 10 SGD untuk membeli tiket MRT di loket yang tersedia, mengambil duit re-fund kembalian deposit tiket MRT sebesar 1 SGD kalau sudah sampai di stasiun tujuan, menunjukan stasiun transit Dhobi Ghaut, lanjut ke Clarke Quay (seharusnya ke sini dulu karena patung Merlion kecil ada disini,,) terus melanjutkan perjalanan ke stasiun Harbour Front ( ini juga stasiun dimana kami naik fery ke Batam) menuju Pulau Sentosa. Pulau sentosa dibuat dari pasir yang diambil dari kepulauan Riau (*sigh). Tempat ini dipenuhi oleh berbagai wahana permainan air dan outbond. Saya dan teman-teman sih tidak masuk ke dalam wahana tersebut, karena harga tiketnya cukup mahal dan juga lebih baik kami memanfaatkan waktu yang sangat sedikit untuk berkeliling semampu kami berjalan saja, karena besok siang kami sudah harus terbang ke Bangkok, Thailand.. Jadi kami hanya berkeliling naik mobil wisata di sana dan menikmati sunset yang ternyata cukup indah. Bagus sekali untuk objek foto. Karena di sana masih dalam suasana lebaran, pengelola kawasan wisata Sentosa memutar lagu-lagu melayu bernuansa lebaran melalui speaker besar di seluruh penjuru kawasan ini, sehingga rasanya saya masih berada di Jakarta saja suasananya . Setelah puas berfoto ria, perut kami pun mulai merasa keroncongan. Sambil mencari –cari restoran yang harga makanannya murah (*hiks) akhirnya kami menjatuhkan pilihan ke counter nasi lemak. Nasi lemak ini terdiri dari nasi yang berwarna hijau dari daun pandan, sambal cabe, teri kacang dan potongan ayam seperempat, terus minum lemon tea, semuanya harganya sekitar 5 SGD (Rp 30,000.-). Setelah merasa capek naik turun tangga dan nyasar-nyasar di stasiun MRT yang luas, kamipun merasa lelah luar binasa. Akhirnya kami kembali ke hotel naik taksi (sekitar 5 SGD). Esok harinya rencananya saya mau pergi pagi-pagi sekali dari hotel untuk berburu objek foto yang bagus di sekitaran Orchard Road yang sangat terkenal ini. Namun apa daya, walaupun waktu di Singapura lebih cepat 1 jam daripada waktu Jakarta, namun kenyataannya jam 6 pagi di sana masih seperti jam 5 pagi di Jakarta, gelap banget euy ! Mana hujan pula, mustahil rasanya saya bisa hunting foto keluar. Walhasil kami baru bisa beranjak keluar kamar hotel pada pukul 10 pagi ! Karena waktu yang tersisa sangat sedikit sebelum harus check out dari hotel akhirnya kami memutuskan pagi itu untuk pergi berjalan-jalan ke seputaran toko di Orchard Road yang sangat terkenal, seperti Takashimaya dan lain-lain.

Ternyata kami datang kepagian, belum banyak toko yang buka, padahal waktu kami tidak lama lagi. Jadi kami berkeliling mencari toko yang sudah buka. Setelah menyadari waktu sudah mendekati jam 12 siang kami pun dengan tergopoh-gopoh kembali hotel, check out, lalu segera menuju bandara Changi. Di bandara di mana-mana terdengar suara orang berbicara dengan bahasa Indonesia, pada hijrah ke sini semua tampaknya hehe..Kesan-kesan pertama kali saya menginjakkan kaki di Singapura adalah bahwa orang Indonesia benar-benar terkenal sebagai tukang belanja nomor wahid di sini. Dan juga banyak sekali orang Indonesia yang bersekolah di sini. Intinya orang Indonesia benar-benar penyumbang devisa nomor satu buat negara ini. Di Singapura juga ada saya temukan orang bule yang menjadi supir taksi di sini, wah benar-benar pemandangan aneh buat saya. Entah apa pertimbangan si bule tersebut hingga mau turun derajat jadi supir taksi di Negara Asia , mungkin salary-nya lumayan juga kali ? :P

Sekian dulu kesan-kesan saya setelah menginjakkan kaki di Singapura, sekarang saya akan melanjutkan perjalanan ke Bangkok, Thailand.


----------------------------------------------Part 1, to be continued------------------------------------------