Kereta Kertajaya berangkat dari St. Senen tepat pukul 15.30. Anggota
rombongan Jakarta adalah Saya , Rimot, Elia dan Endy. Walaupun hawa di
dalam kereta sangat panas dan gerah tetapi penumpang yang duduk di depan
saya memakai 3 lapis pakaian, kaos, kemeja dan jaket, memakai jeans dan
sarung bertumpuk-tumpuk. Bangku di depan saya ternyata banyak menyimpan
anak kecoa, karena ketika penghuninya meninggalkan bangkunya,
berseliweranlah para anak kecoa tersebut. Saya sibuk membunuh para anak
kecoa tak berdosa tersebut menggunakan kipas kertas sebagai senjata
mematikan supaya kaki bisa numpang selonjoran di bangkunya.Toilet di
kereta ekonomi ini lumayan bersih dan yang jelas tidak berbau pesing
seperti toilet alumunium pada umumnya.
Kereta sampai
stasiun tepat pukul 5 pagi. Kami para fakir chargeran segera mencari
warung terdekat untuk menumpang charge HP dan sarapan nasi rawon sambil
menunggu kedatangan teman dari Malang yaitu Dian yang mau ikut trip ini
dan driver yang akan mengantarkan kami ke Ijen. Rupanya penampilan
driver kami, mas Doni yang rapi jali memakai sepatu pantofel benar-benar
kontras dengan kami yang belum mandi. Selesai sarapan kami segera
meluncur menuju Situbondo, yang memakan waktu sekitar 7 jam perjalanan,
sangat jauh seperti dari Makassar ke Toraja. Perjalanan melewati
Sidoarjo, perkampungan di sana bagaikan kota mati akibat lumpur Lapindo.
Kami sempat berhenti beberapa kali di tempat makan (wisata kuliner),
hingga sampai di sebuah warung makan yang cukup ramai dekat Situbondo ,
dimana pelayannya memanggil kami dengan "panjenengan". Wah saya sangat
terkesan dengan kesopanan pelayannya yang bak priyayi keraton.
Makanannya bervariasi, enak, harganya juga murah meriah.
Setelah
melewati perkebunan hutan, perkebunan kopi dengan rute yang cukup sulit
karena jalan yang jelek, kami sampai di Catimor Homestay menjelang
sore.
Catimor Homestay
Homestay ini punya PT
Perkebunan Nusantara, berlokasi di ke arah Situbondo, Km 10 pertigaan
"Gardu Atak" menuju lokasi Ijen. Penginapannya jadi satu dengan pabrik
kopi. Kata guide kami mas Doni, Catimor homestay lebih bagus dibanding
yang lain, dan harganya juga sama aja dengan penginapan yang lain,
akhirnya kami pilih menginap di sini. Walaupun ada kolam renangnya, tapi
karena dingin kami nggak ada yang berani berenang. Tapi rombongan
bule-bule di kamar sebelah hanya tertawa dan cuek berenang ketika saya
bilang airnya dingin.
|
#Typo |
Setelah check in kami diajak mas Doni
mengunjungi air terjun yang berjarak kurang lebih 1 km dari penginapan.
Rupanya trekking ke air terjun ini adalah pemanasan sebelum hiking
sesungguhnya di Ijen, lumayan untuk mengukur kekuatan para anggota
rombongan. Air terjunnya kecil saja, nyaris tidak ada yang bisa dilihat
di sana selain derasnya arus.
Sayangnya saat itu pakrik kopinya tutup karena hari libur, jadi tidak bisa masuk dan melihat proses pembuatan kopi.
Anggota
rombongan yang terakhir datang menyusul dari Jember adala mbak Ratna,
tak lupa membawa mie Apong dan tape khas jember sebagai oleh-oleh untuk
kami.
Blue Fire & 2,375 mdpl
Walaupun saat itu status
Ijen masih Siaga, namun tidak berbahaya, sehingga jalur pendakian untuk
umum masih dibuka.Untuk mengejar blue fire dan sunrise di Ijen, kami
berenam + driver yang sekaligus jadi guide, harus berangkat jam 1 pagi
dari homestay dan mulai nanjak pukul 2 pagi. Pukul 12.30 malam pintu
kamar diketuk oleh petugas penginapan untuk membangunkan kami. Setelah
bersiap-siap, kami segera meluncur ke Paltuding, pintu masuk gunung
Ijen. Setelah mendaftarkan rombongan, kami pun langsung hiking
bersenjatakan lampu senter di tengah kegelapan malam. Rupanya pagi itu cukup
banyak rombongan yg bareng dengan kami. Karena beberapa anggota
rombongan ada yang cukup ngos-ngosan saat hiking, akhirnya kami sempat berhenti beberapa kali dan cukup lama
beristirahat. Pendakian yang curam ini sungguh menguras tenaga dan
membutuhkan fisik yang prima. Jalur penanjakan sepanjang 3 KM,
dengan trek berpasir yang curam, bahkan mencapai kemiringan 45°,
memperlambat langkah kami. Beberapa anggota rombongan yang terus
berjalan masih bisa mengejar Blue Fire, sedangkan saya yang nungguin
teman yang kelelahan malah ketinggalan turun ke kawah untuk lihat Blue Fire. Blue Fire adalah salah satu fenomena alam yang sangat langka, di
dunia hanya ada 2 Blue Fire, yaitu di Islandia dan Ijen.
Yang
perlu dipersiapkan untuk nanjak Ijen, selain mental dan fisik yang
ekstra kuat,yaitu jaket yang tebal dan sarung tangan, karena angin di
puncak Ijen sangat dingin, malah telapak tangan saya bengkak kemerahan
karena terpaan angin dingin. Walaupun tidak melihat blue fire, kami
masih bisa melihat sunrise. Kalau buat orang-orang yang kecepatan
nanjaknya pelan lebih baik mulai nanjak pukul 12 malam saja, supaya bisa
lihat blue fire dan sunrise sekaligus. Karena teman yang turun ke kawah
untuk lihat blue fire tidak bisa melihat sunrise di atas karena
waktunya kurang (banyak istirahat karena manjatnya cukup sulit dari
kawah ke atas).
Tepat jam 4 pagi kami sampai di puncak. Sudah
tidak ada penambang yang jadi guide turun ke kawah untuk melihat blue
fire, akhirnya kami nongkrong saja menunggu sunrise di atas.
Sayangnya
saat itu cuacanya berawan, dan kabut tebal menyelimuti kawah belerang,
sehingga nyaris tidak bisa melihat danau belerangnya. Para penambang
belerang yang memikul keranjang belerang banyak yang menawarkan batu
belerang kecil yang sudah dibentuk menjadi berbagai macam figure seperti
kura-kura, stalagmit, yang dijual dengan harga seikhlasnya saja (Rp
5,000.- Rp 10,000.-). Lumayan untuk cinderamata dari kawah Ijen. Para
penambang belerang itu membawa belerang seberat 90 kg-an. Harga
sekilonya dihargai Rp 9,000.- di pos penimbangan di pos 1. Katanya
mereka sehari bisa 2 kali naik turun ke kawah. Sungguh hebat para
penambang ini, saking hapalnya jalur pendakian bahkan mereka berjalan
tanpa penerangan apapun, mungkin juga ngirit batre, karena ketika teman
saya yang berjalan duluan tanpa senter, mereka ngikutin bapak penambang
yang berjalan tadinya berjalan gelap-
gelapan, kemuadian menyalakan
senternya sebentar-sebentar saja hanya untuk menunjukkan jalan kepada
kedua teman saya. Blue fire dan aktivitas para penambang yang bertaruh
nyawa ini yang menjadi daya tarik utama para wisatawan domestik dan
manca negara, terutama wisatawan Prancis.
|
view gunung Meranti (
depan) dan gunung Raung ( belakang) |
Ketika mau turun
kembali ke pulang, ternyata view sepanjang jalan tak kalah cantik.
Sepanjang perjalanan disuguhi bonus view gunung Meranti (yang paling
depan) dan gunung Raung ( yg paling belakang) dari kejauhan. Banyak
pohon-pohon buah dan bunga Edelweis (walau tidak sebanyak di bromo) di sepanjang trek.
Ternyata rute turun jauh lebih cepat dari pada nanjak, kurang lebih 1
jam perjalanan sudah sampai di pos pendaftaran di pintu masuk Ijen. Salah
satu hal yang menjadi perhatian adalah tanda batas wilayah yang
tertanam sepanjang jalur pendakian, yang menunjukka batas antara
Bondowoso dan Banyuwangi. Rupanya status gunung Ijen masih menjadi
polemik yang berkepanjangan, menjadi perebutan antara dua wilayah.
Selesai beristirahat kami segera kembali ke Catimor untuk packing dan check out.
Taman Nasional Baluran
Sampai
di Surabaya hampir jam 2 pagi, kami menginap di Sparkling backpacker
hostel. Tapi saya lebih merekomendasikan homestay Paviliun di pasar
genteng karena lebih bersih. Keesokan paginya dua teman saya Delila dan Farida datang ke penginapan untuk nge-guide kami selama keliling Surabaya.
Surabaya Heritage Track
SHT
adalah program tur gratis keliling bangunan bersejarah yang ada di kota
Surabaya dengan bis wisata yang cantik yang berbentuk seperti trem
milik House of Sampoerna. Kalau mau ikut tur ini maka kita harus
menelfon dulu ke HOS sebelumnya untuk booking bangku, karena seat yang
terbatas.
Rute wisatanya bermacam-macam, tergantung event juga.
Waktu tahun lalu karena masih lebaran Cina, maka rute turnya ke
kuil-kuil bersejarah dan ke kampung Cina. Sedangkan karena kemarin masih
bulan November, masih memperingati hari Pahlawan, maka rute wisata
sejarah kali ini adalah ke Gedung Escompto bank, adalah gedung bank
mandiri di jalan Kembang Jepun dan Raad van justitite, tugu pahlawan yang
sekarang (dulu gedung kehakiman).
Wisata kuliner
Sambel bu Rudi
kalau
ke Surabaya jangan lupa membeli sambel bu Rudi, yaitu sambel merah dan hijau yang banyak dicari karena rasanya enak, harganya Rp 12,000.-.Di
tokonya dijual berbagai macam makanan , dan juga tempat menjual makanan
untuk oleh-oleh. Tahu pong nya juga enak, harganya satu kotak kecil Rp
10,000.- isi 20 buah.
Sate klopo Ondomohen
Bentuk es krim dan restorannya hampir sama dengan es krim Ragusa
di Jakarta, karena pendirinya sama-sama orang Itali pada sejak zaman
penjajahan Belanda. Menu es krimnya bermacam-macam, dari es krim sate
hingga banana split. Harganya berkisar dari Rp 10,000 -Rp 25,000.-
Untuk informasi, jaringan XL saya mati total selama di Ijen. Telkomsel berjaya di sini.
Tiket Masuk Waterfall Rp 12,000.00 (untuk 6 orang)
Tiket Masuk Ijen Rp 24,000.00 (untuk 6 orang)
Kamar di Catimor homestay double bed Rp 135,000
| ITINERARY |
|
|
| TGL 15 NOVEMBER |
15:00 | Berangkat menuju Surabaya |
|
|
| TGL
16 NOVEMBER |
5:00 | Tiba di Surabaya |
8:00 | Menuju kawasan Ijen |
15:00 | Tiba di Ijen |
| * ke penginapan |
| * explore kawasan Ijen
(air terjun) |
|
|
| TGL 17 NOVEMBER |
1:00 | Pos paltuding |
2:00 | Start treking |
4:00 | Sunrise Ijen |
| *
explore kawah |
11:00 |
Menuju Baluran |
| Explore Baluran (savanna, sumur goa, evergreen forest, pantai Bama) |
18:00 | Menuju Surabaya |
|
|
| TGL 18 NOVEMBER |
7:00 | Beberes, check out,
explore city tour Surabaya |
| 14:00Pulang menuju Jakarta
|