|
Me and hidden beach, photo credit by Farida Fitrianing Arum |
Tanggal 1 April 2015 bertepatan dengan libur Paskah, saya dan kedua teman di grup traveling
waktu ke Banda Naira, yaitu Sofyan dan Dian, pergi berangkat ke Kupang. Kami
naik pesawat Garuda jam 15:25 sore. Tadinya kami hendak pergi beramai-ramai
delapan orang, sudah membeli tiket dari setahun yang lalu saat promosi di Garuda travel fair, mau overland Flores,
naik pesawat lagi dari Kupang ke Larantuka - Labuan Bajo. Namun pada akhirnya
hanya kami bertiga yang berangkat ke Kupang. Karena keterbatasan cuti, akhirnya
saya memisahkan diri dengan Sofyan dan Dian yang mau melanjutkan perjalanan ke
Larantuka lalu overland Flores hingga Labuan Bajo selama selama 10 hari, saya
hendak melipir ke Rote sebentar, sebelum balik ke Kupang dan akan menghabiskan
waktu di Kupang saja bersama teman saya Feli yang akan menyusul saya ke Kupang
pada hari Jum’at tangal 3 April. Pesawat yang kami tumpangi ini transit di
Juanda, Sidoarjo, selama 25 menit, lalu melanjutkan perjalanan ke KOE (Kupang),
selama 1 jam 40 menit. Total perjalanan memakan waktu kurang lebih 4 jam.
Selama di pesawat saya menonton film Atambua 39 derajat celcius. Melalui film
tersebut saya mencoba mengenal tempat yang akan saya datangi lebih dekat. Kami
sampai di bandara El Tari Kupang pukul 21.30 WITA, 1 jam lebih maju dari waktu
WIB. Ketika kami sampai bandara , listrik sempat mati sebentar, ini adalah hal
yang sudah lumrah saya jumpai ketika berada di bandara di kota kecil. Sampai di
bandara kami berembuk hendak bermalam di mana dan mau ke mana sambil
menunggu pagi. Tadinya kami berminat menghabiskan malam sampai pagi di tempat
yang masih ramai di kota, daripada harus menyewa penginapan, karena Dian dan
Sofyan harus mengejar penerbangan pukul 6 pagi ke Larantuka untuk menyaksikan
prosesi acara paskah yaitu Semana Santa yang sudah mendunia, dan saya mau naik
feri kapal cepat ke Rote dari pelabuhan Tenau jam 08.00, sehingga harus sampai
di bandara subuh-subuh, lalu taksi akan mengantarkan saya ke pelabuhan Tenau
untuk antri tiket feri (sebenarnya lebih murah naik ojek, cuma karena kepagian
akhirnya meneruskan taksi yang disewa Sofyan dan Dian ke pelabuhan). Rupanya
kata pak supir taksi, di sana tidak ada bisa tempat nongrong sampai pagi, yang
ada nanti digerebek polisi, walah akhirnya kami urungkan niat begadang di
kota. Malah tadinya kalau bisa kami mau tidur di airport saja, tapi rupanya
tidak diperbolehkan menginap di airport ( Setelah beberapa hari kemudian, saya
baru diberitahu kawan yang tinggal di Kupang, dia bilang bahwa di depan gerbang
bandara ada pos penjagaan TNI AU yang biasa digunakan sebagai tempat bermalam
oleh para turis-turis asing yang harus mengejar penerbangan subuh keesokan
harinya, apalagi karena ada kawan laki-laki jadi lebih aman. Wah kalau tahu
begitu lebih baik kami menginap di sana saja ya). Jarak bandara ke Kota Kupang
sebenarnya tidak jauh, kurang lebih 30 menit, cuma karena hari sudah malam, dan
saat itu tidak ada pilihan lain, yaitu kendaraan umum seperti angkot, apalagi
ojek, akhirnya kami naik taksi minta diantar ke kota untuk mencari tempat makan
malam, hati-hati tarif taksi dari bandara ke penginapan Rp 70,000, cuma kalau
minta diantar ke kota taarifnya nambah lagi, jadi lebih baik deal terlebih
dahulu dengan supir taksi, supaya tidak merasa ditodong. Namun sebelumnya kami
minta diantar ke penginapan terdekat untuk survey tempat terlebih dahulu.
Setelah googling di internet, kami mencari tempat ikan bakar di sekitar Kelapa
Lima, cuma setelah sampai sana, ternyata ikan yang dijual tidak seperti kami
harapkan, kayaknya bapak supir taksi salah memilih spot jualan ikan nih, apa
karena kami sudah sampai kemalaman sehingga tidak ada lagi yang jualan ikan
bakar ? Akhirnya kami memilih makan di warung Jawa saja, sambil membicarakan
rencana kami berikutnya. Setelah berembuk, akhirnya kami memutuskan untuk
kembali ke penginapan di dekat bandara. Lebih baik kami bermalam di sana saja,
dan minta dijemput jam 04.30 pagi oleh bapak supir taksi dan minta diantar ke
bandara. Keesokan paginya, tepat pukul 04.30 pagi, pak supir taksi datang
menjemput kami. Akhirnya dengan berat hati, saya dan teman-teman berpisah
di bandara, dan melanjutkan perjalanan ke pelabuhan Tenau, diikuti dengan
tatapan aneh si supir taksi ketika saya bilang mau pergi ke Rote sendirian. (
Trip ke Rote dibicarakan di artikel yang lain).
Keesokan harinya saya kembali
ke Kupang. Dari pelabuhan Tenau saya naik angkot (carter Rp 100,000), minta
diantar ke Evergreen homestay (double single bed, Rp 200,000/malam) di Kuanino,
di mana teman saya Feli sudah menunggu. Sampai sana sudah ada teman kerja Feli
namanya Rudi, oroang Mojokerto yang sudah beberapa tahun tinggal di Kupang, dan
Rico temennya, Rudi, orang Kupang asli, campuran manado. Mereka membawa motor
yang biasa dipakai touring untuk kami tumpangi. Rupanya Rudi dan Rico tergabung
di komunitas anak touring (Honda Mega Pro Club
Kupang NTT).
|
sunset di Lasiana yang indah |
|
Bermain boomerang sambil
menunggu sunset di pantai Lasiana
Kami naik motor ke pantai Lasiana untuk menikmati sunset di sana. Pantai Lasiana
ternyata merupakan tempat ujung rawa-rawa bermuara, di mana di sana banyak
terdapat buaya muara, sehingga pengunjung pantai harus waspada apabila
menjelang malam, karena buaya akan keluar dari persembunyiannya unuk mencari
makan. Pantai Lasiana merupakan pantai yang cukup populer untuk menikmati
sunset di Kupang. Pantainya banyak dikunjungi oleh pengunjung lokal, terutama
para anak muda yang asyik bercengkrama dengan teman-temannya. Salah satu
kelompok anak muda yang kami jumpai di sana adalah para mahasiswa dari universitas Nusa Cendana yang sedang asyik bermain dengan bumerang buatan mereka sendiri yang terbuat dari plastik.
Bumerang adalah senjata lempar khas
suku Aborigin dari Australia
yang digunakan untuk berburu. Pemandangan ini jarang saya temui, dan saya
acungi jempol untuk usaha dan ketangkasan mereka dalam bermain bumerang. Mereka
berharap supaya permainan bumerang ini bisa populer dan diterima dengan baik di
Kupang, syukur-syukur bisa dilombakan dan bisa diikutsertakan ke event
internasional. Semoga impian mereka mereka bisa direalisasikan oleh para
penggiat olahraga di Kupang ya. Sore menjelang, matahari pun mulai terbenam,
para pengunjung pantai Lasiana pun asyik menikmati pertunjukan alam yang indah
ini. Selepas matahari terbenam, kami pun beranjak pergi, mencari tempat makan
malam.
-->
Berburu kuliner di Teddy’s
bar & pasar malam
Tujuan kami selanjutnya
adalah Teddy’s bar, yaitu merupakan bar
pinggir laut yang katanya merupakan bar yang pertama ada di Kupang, sehingga
pada akhirnya pantai tersebut lebih terkenal dengan nama pantai Teddy. Pantai
Teddy atau pantai laut bar dan restoran adalah pantai dermaga tua, dengan
mercusuar yang masih berfungsi. Saat ini merupakan tempat yang populer bagi
turis untuk makan dan menikmati minuman digin di sana.Di sana banyak
warung-warung kecil di sepanjang pantai yang menjual jagung bakar dan roti
bakar, merupakan tempat nongkrong
favorit banyak orang. Biasanya kapal nelayan yang baru menangkap ikan sore
hari, mendarat di pantai Teddy , menjual ikan-ikan yang dinamakan ikan sore,
artinya ikan tersebut masih fresh dari laut. Ternyata si nyong Rico ini
orangnya senang sekali bercerita, kami puas tertawa saat diceritakan mengenai
kisa-kisah lucu dan aneh selama mereka touring di sekita Kupang & Flores. Setelah
cukup lama menghabiskan waktu di sana,
kami kembali ke penginapan. Namun ketika sampai penginapan, si Feli malah
dihubungi oleh temannya, yaitu Vykka yang sudah tiga bulan pindah ke Kupang dan
mengajak bertemu saat itu juga. Kami dijemput ke penginapan , lalu diajak makan
malam ke pasar malam. Pasar malam adalah tempat makan yang populer diantara
turis dan orang lokal di Kupang. Spesialisasinya adalah ikan bakar, namun juga menjual
ikan dan berbagai seafood lainnya. Lucunya kami yang baru semalam di Kupang
malah lebih hapal jalan daripada yang sudah tiga bulan di Kupang. Ternyata
suaminya Vykka orang Rote, namun mereka sendiri belum pernah ke sana, mereka
terheran-heran mendengar cerita saya pergi ke Rote sendirian hanya untuk
jalan-jalan.
-->
|
saya dan Rico |
Uji nyali loncat dari
bebatuan yang tinggi ke laguna di gua kristal
|
near Temau's port |
|
jalan masuk ke gua kristal |
Hari berikutnya kami mulai
menjelajah di Kupang. Tujuan pertama adalah gua Kristal, lokasinya saya tidak
ingat letak persisnya, pokoknya melewati pelabuhan Tenau dan kelihatan pulau
Semau di sebrangnya. Menuju ke sana kami sempat melewati padang rumput dengan
rumput-rumput ilalang yang menguning dan tumbuh subur, dengan latar belakan lautan
yang berwarna biru. Kami datang di waktu yang tepat, yaitu sehabis musim
penghujan. Sungguh pemandangan yang indah sekali. Gua Kristal adalah sebuah gua yang gelap, curam
dan treknya menurun vertical dan licin hingga ke pinggir kolam laguna yang
terisi oleh air payau di dalamnya. Ketika sinar matahari masuk ke dalam ke gua,
memperlihatkan airnya yang bening dan berwarna kehijauan. Makanya dinamakan gua
Kristal, cuma sayang saat itu sinar matahari kurang bersinar terang. Kolamnya
ternyata sangat dalam dan tak berdasar. Letak gua Kristal ini sulit ditemukan,
karena tidak ada penanda jalan. Hanya
ada beberapa anak kecil yang menjaga sebuah mobil ber-plat B di tanah kosong
pinggir jalan, ternyata itulah penanda gua kristal. Wah ada orang Jakarta juga
nih. Jalan masuk menuju gua Kristal hanya jalan setapak yang kecil dan berbatu.
Sampai di depan mulut gua, ada seorang pengunjung yang baru keluar dari mulut
gua dan bilang, “sendalnya dicopot aja, karena batu-batuannya licin sekali,”
nah lo. Karena saya penasaran dengan mobil plat B yang tadi, saya tanya dia
darimana, ternyata mas-mas tersebut adalah orang Cibubur , dari Kupang baru mau
ke Rote, wah tidak jodoh kita mas. Ternyata batu-batuan di dalam gua
benar-benar licin karena tetesan air dari stalaktit gua yang vertical ini,
akhirnya saya duduk merosot saja biar tidak terpeleset. Sampai di tepi kolam
laguna, ternyata banyak sekali anak-anak kecil dan pengunjung yang berenang. Kami
pun tidak tahan, segera ganti pakaian dan ikut nyebur ke kolam, karena sudah
berkeringat dan celana kotor karena duduk merosot masuk ke gua. Saya dan Feli bahkan
ikut loncat dari atas batu yang tinggi sekali (sekitar 3 meter), ke dalam laguna air kolam. Padahal lutut
rasanya lemas setengah mati karena capek sehabis merosot turun ke bawah dan memanjat
ke batu yang tinggi karena mau loncat ke kolam. Saya cuma berani loncat sekali,
karena sadar punya badan berat, takutnya loncatnya kurang jauh, dan malah menimpa
bebatuan keras di bawah batu pijakan, bukan ke air kolam yang dalam. Namun diantara
kami berempat, hanya Feli yang berani loncat dari bebatuan yang tinggi ke kolam
laguna sampai tiga kali, luar biasa !
Tak sengaja menemukan hidden beach yang indah sekali
-->
|
hidden beach |
Hidden beach ini merupakan
pantai yang sangat tersembunyi, bahkan kawan kami yang sudah 24 tahun tinggal
di Kupang belum pernah mengetahui keberadaan pantai ini. Kami mengetahui pantai
ini dari anak-anak kecil yang menjaga motor kami di gua Kristal. Mereka bilang
ada pantai yang lebih bagus dari Tablolong, dan lebih sepi. Karena penasaran,
akhirnya kami putuskan untuk mampir di sana. Agak susah menemukan tejalan masuk pantai,
akhirnya kami bertanya pada setiap orang yang akhirnya kami jumpai di tempat yang
sepi itu. “Hidden beach-nya ada di mana ?” tanya Rico ke anak kecil yang lewat,
“Oh ke arah sana kak ! nanti cari saja jalan putih, ” dia menunjukkan jari
tangannya dengan ancang-ancang memutar, alih-alih mengambil garis lurus, pasti
tempatnya agak jauh. Jalan putih rupanya karena jalannya memag berwarna putih,
entah dari kapur atau pasir pantai. Mungkin sengaja diwarnai putih, untuk
penunjuk jalan. Akhirnya kami menemukan juga pantai yang dimaksud. Kawasan
pantai ini dijaga oleh penjaga di menara pingir pantai milik perusahaan di kawasan laut tersebut, untuk mengawasi
tempat usahanya supaya tidak dicuri orang. Di bawah menara tersebut ada jalan setapak, yaitu bebatuan karang yang tajam
menuju hidden beach di balik batu karang. Ternyata pasir pantainya berwarna
merah muda, seperti pink beach di Lombok dan Komodo, yang dikarenakan ada pecahan
batu karang laut yang berwarna merah di sekitar pinggir pantai atau
mungkin berasal dari terumbu karang yang
berwarna merah. Pantainya sepi, hanya ada kami berempat dan dua penjaga menara
yang tidak beranjak dari tempatnya menjaga, makanya seperti private beach saja.
Air lautnya degradasi berwarna biru muda, biru tua dan hijau, benar-benar
cantik sekali. Ombaknya besar hingga menyapu bibir pantai yang berpasir kemerahan.
Tentu saja kami langsung menceburkan diri ke kolam maha besar itu.
Pemandangannya benar-benar indah. Semoga saja pantai ini tetap tesembunyi,
semoga terhindar dari tangan-tangan jahil dan tidak bertangung jawab, yang bisa
merusak keindahan dan kebersihan pantai ini. Setelah puas berenang, kami pun
beranjak pergi, menuju pantai Tablolong unuk menikmati sunset di sana.
Tidak ada ikan di Tablolong karena gerhana bulan air laut surut
|
sunset di Tablolong yang mendung |
Sepanjang jalan menuju Tablolong,
jalannya off road dan berlubang sana-sini, benar-benar tersiksa karena naik
motor yang sadelnya nungging. Di kiri kanan jalan sepanjang jalan menuju pantai
tersebut, banyak terdapat botol kecil
berisi sumbu obor yang siap dinyalakan. Rupanya penduduk desa sedang menyiapkan
pawai paskah. Kami sempat berputar-putar mencari jalan masuk keluar kampung
karena jalan utama ditutup untuk persiapan pawai. Setiba di Tablolong, Rudi langsung
mencari penjual ikan, namun karena hari itu ada gerhana bulan, maka air laut
surut hingga jauh sekali, sehingga nelayan tidak menangkap ikan. Wah padahal
kami sudah kelaparan sekali dan membayangkan akan pesta ikan bakar setiba di
sana. Akhirnya kami menuju pantai, benar
saja, air laut benar-benar surut jauh ke tengah laut. Pantas saja kami tidak
dapat ikan di sini. Garis pantainya panjang dan pasir pantainya berwana putih
halus. Sayang saat itu langit berawan gelap, sehingga kami tidak bisa menikmati
pemandangan matahari terbenam seperti di Lasiana, namun kami menikmati bisa leyeh
–leyeh bermain pasir di pantai Tablolong.
Di sana banyak pengunjung,
ada sekolah mingu yang mengadakan acara berbagai macam lomba yang tampak
meriah. Lalu ada beberapa turis yang tadi saya lihat waktu di gua Kristal.
Semua tampak menikmati suasana yang tenang di pantai ini. Cuma sayangnya di
sana kurang tersedia tempat sampah, sehingga banyak yang buang sampah
sembarangan. Mungkin karena pintu masuk menuju pantai tersebut rupanya milik
tanah pribadi, sehingga pemda tidak bisa berbuat banyak ? entahlah, semoga
keindahan pantai Tablolong tetap terjaga. Terus terang saja, saya sangat
bersyukur telah menemukan hidden beach sebelum ke Tablolong, sehingga sudah
puas menikmati pantai yang indah dan bisa bermain air sepuasnya.
Kehabisan
bensin di perkampungan yang sepi
-->
Ketika kami dalam
perjalanan pulang menuju kota, saat berada di perkampungan yang sepi, tiba-tiba
motor yang dikendarai Rico dan saya menggerung keras, dan akhirnya langsung
mogok seketika itu juga. Rupanya motornya boros bensin sekali. Namanya juga
motor pinjaman. Ketika motor kami mogok, motor yang satu lagi, yang ditumpangi
Rudi dan Feli langsung mencari pertamini yang menjual bensin eceran. Saat kami
berdua menunggu di pinggir jalan, menungu bala bantuan, tiba-tiba ada motor
lain yang berhenti dan menanyakan apakah motor kami mogok , dan dia mau bantu
mendorong sampai menemukan tukang jual bensin. Wah benar-benar keramahan ala penduduk
asli, kami bilang bahwa ada teman kami yang sedang mencari bensin. Setelah
teman kami kembali membawa bensin, kami langsung bergegas kembali ke kota.
Pesta ikan bakar kerapu di Kelapa Lima
-->
Setiba di Kota, kami
langsung menuju pantai Kelapa Lima, yaitu tempat banyak yang menjual ikan dan
makanan laut lainnya. Rupanya saat itu banyak yang mendirikan panggung, dan
mengadakan acara kebaktian misa Paskah, sehingga kami harus memutar jalan
keluar masuk komplek untuk menuju kelapa Lima. Setiba di pantai, kami langsung
saja memilih ikan yang akan dibakar, dan langsung saja saya menunjuk ikan
kerapu yang besar sekali, tanpa babibu dengan harga Rp 90,000.- dan minta
dibakar oleh penjualnya. Tapi setelah kami selesai membayar, Rico baru bilang
kalau sebenarnya harganya masih bisa ditawar lagi, yah telat. Tapi kami sudah
sangat puas menikmati ikan yang besar, lezat dengan sambalnya yang pedas dan
sebotol kecap manis, tanpa nasi, sambil nongkrong gelap-gelapan di pinggir
pantai. Setelah menghabiskan ikan tersebut dalam sekejab saja, kami sudah merasa
kenyang sekali. Saatnya kembali ke penginapan, saya benar-benar lelah karena
jarang-jarang touring naik motor sport , kaki terasa pegal luar biasa.
Libur paskah tidak ada toko
oleh-oleh yang buka di Kupang
-->
Keesokan
harinya, saya dan Feli memutuskan untuk pergi jalan-jalan berdua saja naik
angkot, karena masih merasa pegal sehabis naik motor sport seharian. Tujuan
utama kami adalah mencari toko oleh-oleh. Kami menanyakan rute menuju pasar ke
penjaga homestay, dan mereka bilang kalau mau naik angkot, lihat lampu berapa,
maksudnya lihat angka yang terdapat di atas kap angkot tersebut nomor berapa,
yang menunjukkan rute tujuan angkot. Setiba di pasar, rupanya semua toko tutup,
sama sekali tidak ada yang buka. Rupanya libur paskah ini benar-benar waktu beribadah
di gereja. Feli yang dititipi oleh-oleh sama temennya pun kebingungan hendak
mencari di mana. Akhirnya kami putuskan untuk mencari tempat makan siang saja.
Karena bingung mau makan di tempat mana yang sudah buka, akhirnya pilihan kami
berdua jatuh pada restoran Beer and Barrel Kitchen n' Lounge yang
merupakan salah satu tempat nongkrong yang happening di Kupang. Syukurnya
ketika kami datang, restorannya sudah buka. Ternyata tempatnya benar-benar cozy
dan ambience-nya menyerupai restoran-restoran mahal yang terkenal di sekitaran
Bali. Benar-benar tempat yang menyenangkan sekali, apalagi view dari meja yang
kami pilih menghadap ke laut lepas yang berwarna biru, dengan pantai yang
bersih, indah dan sepi. Bakal betah berlama-lama di tempat ini seharian.
Mushroom soup-nya enak sekali, saya memesan spaghetti bolognese Se’i sapi yang
lezat sekali. Se’i adalah daging asap, salah satu makanan utama di Kupang,
biasanya terbuat dari Se’i babi, namun yang saya makan adalah Se’i sapi.
Rupanya di tempat ini sering diadakan acara konser artis-artis dari ibu kota.
Setelah puas berlama-lama di sana, dengan berat hati akhirnya kami harus
kembali ke penginapan. Feli hendak kembali ke Surabaya naik pesawat sore.
Gong perdamaian Kupang
|
gong perdamaian |
Sebelum pulang ke homestay, kami
menyempatkan diri menuju taman Nostalgia tempat gong perdamaian Kupang yang
sudah kami lewati beberapa kali. Monumen gong perdamaian yang merupakan lambang
keharmonisan antar umat beragama di Kupang, yang diresmikan oleh mantan
presiden SBY, sebagai sarana persaudaraan dan pemersatu bangsa. Yang saya tahu,
selain di Kupang, ada juga gong perdamaian di Ambon.
Berburu
jagung bose , Se'i dan cinderamata tenun khas Kupang & Rote
|
jagung bose |
|
se'i sapi |
|
|
tenun Rote dan pulau sekitar Kupang |
Setelah ditinggal pulang Feli, saya
pun berburu makanan khas Kupang, yaitu jagung bose. Tak lengkap ke Kupang tanpa
merasakan makanan khas penduduknya. Rupanya benar-benar susah mencari tempat
makan halal yang menjual jagung bose. Berbekal rute jalur angkot dan nama
warung makan halal yang saya dapat dari mama penjaga homestay, akhirnya sampai
juga di warung makan Ma’ale, yang lokasinya berada di sebelah bengkel NSS. Warung
makan tersebut berada di lantai 2, sedangkan lantai satu-nya merupakan
minimarket tempat menjual makanan berupa Se’i ikan Marlin, oleh-oleh yang
dicari Feli namun tidak sempat kami makan. Jagung bose adalah jenis masakan
dari jagung yang dikelupas kulit arinya menjadi bubur dengan campuran
kacang-kacangan dan sayur-sayuran. Semangkuk jagung bose harganya Rp 6,000,-.
Rasanya cukup sekali saja makannya, karena terasa aneh di lidah Sumatra saya.
Hanya saja jagung bose ini sulit dicari, karena proses pengerjaannya yang
memakan waktu lama, sehingga hanya bisa didapat di beberapa restoran mahal dan
tempat makan tertentu saja. Yang penting saya sudah mencobanya, sehingga tidak
penasaran lagi. Selain jagung bose, saya juga mencoba makan Se’i sapi di Ma’ale
yang rasanya enak sekali, benar-benar terasa lembut daging asapnya, dan
bumbunya pas sekali Kata Vykka, ada restoran yang namanya Rotterdam Steakhouse
, yang daging steaknya enak sekali. Karena keterbatasan waktu,
akhirnya saya tidak sempat makan di sana.
Saya masih penasaran apakah ada toko
cinderamata yang buka, akhirnya saya bertanya sana-sini , dan sampailah saya di
pasar malam, yan gletaknya tidak jauh dari penginapan saya di Kuanino. Rupanya
pasar tradisionalnya besar sekali, dan benar-benar ramai pada malah hari.
Akhirnya ada juga satu toko cinderamata yang buka , saya membeli tenun untuk
dijadikan syal dan miniatur sasando, semuanya tidak lebih dari Rp 50,000.-
saja.
Sarapan bakso, favorit orang Kupang
Keesokan harinya, sebelum check out dari
homestay, saya menyempatkan diri dengan sarapan makan bakso dekat penginapan.
Entah kenapa, katanya orang Kupang senang sarapan dengan makan bakso. Dan
ketika saya makan di warung bakso dekat penginapan, di sana ramai sekali
dengan para karyawan yang hendak sarapan di sana. Tadinya saya pikir jangan-jangan
baksonya tidak halal, rupanya dugaan saya salah. Penjual baksonya orang Jawa,
dan dia menambahkan bakso daging sapi goreng yang renyah dan krispy , sehingga
menambah kenikmatan pada semangkuk bakso yang sederhana namun nikmat ini.
Masuk koran Victory News karena menonton pawai paskah
|
peserta pawai paskah |
|
I'm in local newspaper |
Hari terakhir di Kupang ditutup
dengan mengunjungi kantor pos untuk membeli kartu pos dan mengirimkan ke
teman-teman, apa daya sampai sana kantor pos sudah tutup, karena semua
pegawai ingin juga ingin melihat pawai paskah. Akhirnya saya berjalan kaki menuju
rumah gubernur untuk menonton pawai Paskah yang dilepas dari depan rumah dinas
gubernur NTT, sebelum menuju bandara. Sepertinya hampir semua penduduk Kupang
menjadi peserta dan penonton pawai. Semua truk-truk besar dihias dan didekorasi
sedemikian rupa, sehingga menjadi “panggung” mini tempat para pemuda pemudi
Kupang bernyanyi memuja sang pencipta. Atribut sponsor dari merk-merk terkenal
menjadi properti truk-truk pawai tersebut. Benar-benar pesta untuk seluruh
rakyat, tua dan muda semua menikmati. Ternyata ketika sedang menonton pawai,
(malah lagi sibuk terima telepon urgent dari kantor minta kirim barang urgent),
ketika saya lagi minggir ke pinggir jalan dari keriuhan pawai supaya bisa
menerima telepon dari teman kantor, karena mengalungi DSLR Nikon kesayangan,
saya malah didekati seorang wartawan koran lokal Victory News, ditanya-tanya
apakah saya peserta pawai atau bukan ? apa wartawan ? saya bilang turis lokal
dari Jakarta. Akhirnya malah saya diwawancara, dan artikelnya terbit 2 hari
kemudian. Benar-benar pengalaman yang tak terlupakan. Pawai Paskah ini
merupakan lambang keharmonisan semua penduduk yang berasal dari berbagai latar
belakang agama dan suku yang berbeda. Ketika pawai, para pemuda mesjid dari GP
Ansor, Muhammadiyah, turut membantu kelancaran jalannya pawai paskah ini.
Ketika saya selesai menonton pawai dan hendak menuju bandara naik ojek,
ternyata tukang ojeknya pernah tinggal lama di Jakarta, dan baru beberapa bulan tingal di Kupang. Banyak cerita yang menyatakan bahwa penduduk di Kupang itu
ramah-ramah, dan saling membantu sesama. Karena saking kecilnya kota Kupang,
rasanya semua orang saling mengenal. Ketika di jalan, si tukang ojek dipanggil
oleh temannya yang ternyata teman se-gereja. Sama seperti ketika saya boncengan
dengan Rico, tiba-tiba dia ngebut mengejar motor lain di depannnya yang awalnya
saya kira jambret motor, ternyata temennya Rico si anak Kupang asli yang gaul.
Tukang ojek pun tak kalah baik dan jujur, katanya tarif resmi ojek kota-bandara
itu Rp 50,000.-, namun bapak ojek meminta Rp 40,000.-, akhirnya saya lebihkan
saja menjadi Rp 50,000.-. Kota Kupang benar-benar meninggalkan banyak
cerita yang berkesan. Kurang lebih hampir seminggu di Kupang , mengunjungi
banyak pantai di sana, Lasiana, Teddy’s, Tablolong, hingga hidden beach yang
sangat indah, yang tak sengaja kami temukan, gua Kristal dengan laguna air
payau yang tampak indah ketika terkena sinar matahari, dengan touring naik
motor bersama teman-teman baru di sana, terasa sangat kurang. Ternyata
pembangunan di kota Kupang lumayan maju. Hampir semua jalan diaspal mulus,
membuat perjalanan menjadi nyaman. Ada Hypermart yang menjadi primadona di kota
ini. Toh banyak pantai-pantai nan indah di kupang, buat apa nongkrong di mall
lama-lama kaya orang Jakarta ? Mungkin penerangan jalan yang perlu ditambah,
untuk menambah keamanan dan kenyamanan penduduk. Namun katanya sumber daya
tenaga listrik masih kurang, sehingga pasokan listrik untuk peneragan jalan
umum pun dikurangi. Tak ketinggalan teman-teman baru yang menyenangkan, yaitu Rudi seorang freelance IT di kantor pemprov Kupang dan Rico
seorang anak pensiunan TNI, dengan segudang cerita yang lucu dan seru mengenai
kegemaran ayahnya pada batu akik, dan ibunya yang berjiwa muda ingin ikut
touring bersama kami ke gua Kristal, Vykka denga keluarga kecilnya yang lucu,
serta Feli, my travelmate in crime. Kisah-kisah aneh, seru dan mistis
Rudi dan Rico selama touring keliling Kupang dan Flores menambah warna pada perjalanan
saya kali ini. Rudi bertanya kepada saya kenapa saya tahu banyak hal mengenai tempat
tujuan di Kupang ? ya tentu saja saya sudah riset kecil-kecilan sebelumnya,
banyak membaca blog travel, blog orang, karena pergi sendirian dalam waktu yang
singkat perlu persiapan matang. Semoga kedamaian selalu berada di kota Kupang
yang indah ini. Kupang kota Kasih, telah mendapat tempat yang istimewa di hati
beta.
Hai mb kiki .... suka banget blog nya .... thanks for sharing ...
BalasHapus