"Kita harus punya "Sense of Crisis" di masa sulit (baca : krisis, red.) seperti sekarang ini."
Mengutip salah seorang kalimat dari salah seorang atasan saya yg sangat saya hormati (yg juga mengutip kalimat dari atasannya juga mungkin ?! ) Saya hanya bisa berfikir bahwa krisis global yg terjadi kali ini benar-benar dahsyat sekali. Lebih dahsyat daripada krisis pada tahun 1998 (katanya si, soalnya masih pake seragam putih abu2 pd saat itu,,). Contoh nyata yg saya dengar dari salah seorang teman yg mempunyai teman yg sekolah di Jepang terpaksa harus memutuskan kembali pulang ke tanah air dikarenakan tidak dapat menyelesaikan pendidikannya di Jepang dikarenakan tempat Baito-nya ( baca : part time , red.) di Jepang mengalami krisis, sehingga dia tidak lagi dapat bekerja di sana untuk membiayai kuliahnya selama di Jepang. Belum lagi tadi pagi saya mendapat kabar bahwa beberapa perusahaan Jepang yang merupakan rekanan bisnis kami juga mengalami krisis yang tak kalah hebat, sehingga harus merevisi kembali jadwal produksi yang biasanya 5 hari dalam seminggu , Senin~Jum'at menjadi Senin~Kamis, jadi hari Sabtu diliburkan untuk mengurangi biaya produksi, biaya lembur dsb.
Entah kenapa, dari cerita dan berita yang saya dengar, Negara Jepang tampaknya menderita krisis yang parah sekali saat ini. Mungkin hanya para orang Jepang yang bekerja di Indonesia yang tetap bisa hidup dengan damai dan tentram tanpa harus takut kalau gajinya dipotong untuk membiayai gaji para karyawan sehingga tidak terjadi pemecatan besar-besaran atau tetap bisa memangku jabatan yang tinggi tanpa harus takut mengalami restrukturisasi jabatan karena efisiensi karyawan. Seorang kawan ama saya mengatakan bahwa salah satu penyebab mengapa negara Jepang menderita krisis yang sangat hebat , tidak seperti tanah air kita tercinta adalah dikarenakan bahwa mereka tidak punya hasil bumi yang dapat diekspor, untuk meningkatkan pendapatan negara. Tidak seperti negara kita yang agraris yang masih punya banyak hasil bumi yang diekspor ke luar negeri sehingga dapat meningkatkan devisa negara, dan tidak terlalu berpengaruh terhadap adanya krisis global dunia pada saat ini. Karena saya hanya seorang awam yang hanya bisa melihat dari kacamata seorang local citizen, saya hanya dapat meng-Amini apa yang dikatakan oleh kawan saya tersebut.
Isn't it Ironic, seperti judul lagu Alanis Morisette, krisis global ini ternyata ibarat dua sisi mata pedang. Di satu sisi perekonomian negara kita 'goyang' akibat krisis hebat yang melanda. Tapi di sisi lain, contohnya seperti salah satu perusahaan yang termasuk dalam grup kami, malah mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda, lembur malah makin menjadi-jadi, dikarenakan sekarang semua orang beralih ke barang produksi dalam negeri yang jauh lebih murah dibandingkan barang buatan luar negeri, sehingga order ke perusahaan terus bertambah pesat.
Back to topic, Sense of crisis yang kita miliki saat ini seperti apa ? Buy goods for needs or buy goods just for nothing ? Membeli barang karena kebutuhan, atau hanya karena 'daripada nggak ada' ! Inilah salah satu kunci-nya untuk menghadapi badai krisis ini. Toh pastinya kita punya trik masing-masing dalam menyiasati pengeluaran kita. Kalau sudah terlanjur mengalami masalah keuangan, just pray for the best, karena "Badai pasti berlalu" (Chrisye mode on),,,(dah kepanjangan, di cut sampai sini aja,,!)
Sadarkah kita bahwa sebenarnya " u got what u want but not what u need?"
BalasHapus@ Anggun : Yup definetely,,tp gw maunya dapet apa yg gw mau & yg gw butuh ! maruk yah hehe well that's human :D
BalasHapusbtw wilujeng sumping, welcome aboard here ^^